REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Ketua Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia (Wantim MUI) Din Syamsuddin menilai, rencana standardisasi dan sertifikasi khatib atau ulama merupakan tindakan kurang tepat. Menurut dia, pemerintah dalam hal ini Kementerian Agama perlu mendalami masalah yang ada dan mencari jalan keluar terbaik.
"Rezim Orde Baru saja yang sering disebut represif tidak memberlakukan standardisasi dan sertifikasi khatib atau ulama, maka seyogianya rezim reformasi dengan demokratisasi tidak justru bersikap represif," ujar Din saat dihubungi Republika.co.id Ahad (5/2).
Ia menjelaskan, standardisasi dan sertifikasi khatib atau ulama bukanlah solusi. Dia mengatakan, memang ceramah keagamaan perlu mengedepankan watak Islam. Namun, adanya khatib atau penceramah keras adalah akibat realitas kehidupan umat yang penuh kemungkaran dan ketakadilan. Sehingga, khatib memilih menekankan watak Islam sebagai agama keadilan.
Sebelumnya Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, rencana standardisasi merupakan respons atas keluhan masyarakat terkait khutbah yang esensinya ajakan untuk bertakwa justru diisi pesan saling mencela dan mencaci maki. "Ini disampaikan ke kami di Kemenag. Sebagai Menag, saya harus merespons. Ini sama sekali bukan gagasan pemerintah, apalagi disebut kalau Menteri Agama akan mengatur penceramah," katanya.