REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sempitnya lahan pemakaman di Ibu Kota dan sekitarnya membuat pemerintah setempat melakukan tumpangsari di beberapa tempat pemakaman umum (TPU). Penumpukan jenazah di dalam satu kuburan harus dilakukan mengingat jumlah orang yang dimakamkan di Jakarta rata-rata mencapai 80 hingga 100 orang per hari.
Di sisi lain, banyaknya orang yang meninggal tersebut tidak diimbangi dengan pertumbuhan lahan makam yang sebanding. Bukan sekadar tak berkurang, lahan kuburan juga sering menjadi korban penggusuran proyek-proyek infrastruktur seperti pembangunan banjir kanal timur.
Sebenarnya, bagaimana Islam memandang tentang pembongkaran kuburan dan penumpukan jenazah? Apakah jenazah boleh dikubur dengan cara ditumpuk-tumpuk dalam satu lubang? Bukankah mayat terlebih jenazah orang-orang saleh memiliki kemuliaan di sisi Allah SWT?
Dalam Fikih Kontemporer Yusuf Qaradhawi menjelaskan, hukum asal membongkar kuburan dan mengeluarkan mayat kemudian menggunakan lahan tersebut untuk hal lain tidak diperbolehkan. Hal tersebut bertujuan demi menjaga kehormatan mayat tersebut sebagaimana disepakati para ulama. Hadis yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud secara marfu' berbunyi, "Mematahkan tulang mayat sama halnya mematahkan tulang orang hidup".
Meski demikian, Yusuf Qaradhawi berpendapat ada sebab-sebab syar'i yang menyebabkan kuburan itu memang harus dibongkar. Pertama, masa penguburannya telah lama sehingga mayat diperkirakan sudah hancur menjadi tanah.