Jumat 03 Feb 2017 19:15 WIB

Di Montenegro, Banyak Dibangun Masjid dan Sekolah Islam

Umat Islam di Montenegro
Foto: Wikipedia
Umat Islam di Montenegro

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Muslim Montenegro kini sebagian besar terdiri atas orang Bosnia, Albania, dan penduduk asli Montenegro yang telah masuk Islam. Sebagian besar mereka tinggal di wilayah Ulcinj dan Podgorica. Di Montenegro sendiri telah ditetapkan 13 Dewan Masyarakat Islam, yaitu Podgorica, Tuzi, Dinosa, Bar, Ostros, Ulcinj, Pljevlja, Bijelo Polje, Berane, Petnjica, Rozaje, Plav, dan Gusinje.

Imam dari Masyarakat Islam di utara Kota Bijelo Polje, Enis Burxheviq, mengatakan bahwa Muslim di sini memiliki peranan penting dalam proses kemerdekaan Montenegro sebab mayoritas memilih untuk berpisah dari Serbia dalam referendum pada 2006.

“Sejak kemerdekaan itulah, pemerintah pun terus membina hubungan baik dengan mereka,” katanya.

Pertumbuhan Muslim semakin meningkat akhir-akhir ini di Montenegro. Jumlahnya sendiri kini bisa mencakup 20 persen dari sekitar 630 ribu total populasi negara tersebut.

Menurut Ketua Bidang Hubungan Luar Negeri Dewan Ulama Montenegro Omar Halil Kajshaj, negara ini sedang giat-giatnya membangun fasilitas untuk umat Islam. Kini, banyak masjid dibangun, juga sekolah Muslim.

Dewan Ulama berhasil membangun sebuah masjid raya di jantung Kota Ulcinj dan mendirikan sekolah Muslim pertama tingkat sekolah menengah pertama di ibu kota Podgorica. “Ini semua untuk memenuhi kebutuhan karena makin meningkatnya jumlah Muslim di negara ini,” katanya, dilansir dari onislam.

Di Ulcinj sendiri, sudah ada sekitar 26 masjid yang ada di kota hingga ke desa-desa. Kini, masjid-masjid bersejarah yang pernah hancur mulai dibangun kembali. Salah satunya adalah Masjid Sailor yang terletak di pesisir Ulcinj di lepas pantai Laut Adriatik.

“Ini merupakan bagian dari upaya kami untuk terus menjaga identitas Muslim di Montenegro,” katanya.

Masjid tersebut sebenarnya pernah dibangun oleh para pelaut Arab pada abad ke-14, lalu diluluhlantakkan oleh Pemerintah Serbia pada 1931. Pada tahun-tahun tersebut, segala macam hal yang bernuansa Islam dilarang dan harus dimusnahkan.

Untuk itu, pemerintah berupaya untuk membangun masjid itu kembali sesuai dengan desain dan arsitektur aslinya. “Masjid tersebut mampu menampung seribu jamaah,” jelasnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement