REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- James (28 tahun) berasal dari keluarga multibudaya. Ayahnya merupakan orang Inggris, sedangkan ibunya berkebangsaan Palestina. Keluarga ini merupakan pemeluk Kristen yang taat.
Kedua orang tua James berpindah-pindah tempat tinggal lantaran tuntutan pekerjaan. Saat masih kanak-kanak, James sempat merasakan tumbuh di lingkungan komunitas Muslim. Tepatnya di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab. Beranjak remaja, keluarga James harus pindah lagi. Kali ini, mereka ke Eropa Barat. James pun melanjutkan pendidikan di sebuah kampus di Inggris Raya.
Selama menjadi mahasiswa, James bergaul dengan banyak kalangan dari beragam latar belakang budaya dan agama. Hal ini diakuinya ikut membentuk pola pikirnya lebih kritis. Di samping itu, dia menyebut dirinya kurang begitu taat menjalani ibadah Kristen. Namun, di rumah, ayah dan ibunya mendidik James sesuai dengan ajaran-ajaran Kristen. Hal itu sudah berlangsung dengan cukup intens sejak dia masih kecil.
James merasa, pengaruh lingkungan pergaulan begitu besar. Perangainya pun tidak berbeda sebagaimana remaja belia Inggris pada umumnya. James senang pesta, kumpul-kumpul di bar, atau rekreasi dengan kawan-kawan sebaya.
Kebiasaannya ini perlahan-lahan mulai menjemukan bagi James. Dia ingin mencari sisi lain dari rutinitas sehari-hari. Meskipun demikian, James tidak mengurangi kadar kedekatannya dengan para sahabat. Dia tetap bergaul seperti biasa.