Selasa 10 Jan 2017 22:49 WIB

Gus Sholah Wacanakan Jaringan Penerbit Buku Berbasis Pesantren

Rep: Hasanul Rizqa/ Red: Maman Sudiaman
KH Salahuddin Wahid saat berada di gerai buku Penerbit Republika.
Foto: KH Salahuddin Wahid
KH Salahuddin Wahid saat berada di gerai buku Penerbit Republika.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng, KH Salahuddin Wahid menilai perlunya penguatan jaringan media massa dan penerbitan buku yang berbasis pesantren. Menurut kiai yang biasa disapa Gus Sholah ini, sejak 2015 lalu pesantren di bawah kepimpinannya telah merintis penerbitan buku-buku Islami.

Karena itu, muncul keinginan memperkuat jaringan penerbitan buku di pesantren-pesantren. Apalagi, sejumlah lembaga terkemuka diketahui telah memiliki usaha penerbitan buku, baik yang bersasaran internal maupun publik umum. Misalnya, Pondok Pesantren Lirboyo, Ponpes Sidogiri, dan Ponpes Modern Gontor. 

“Kami mencoba dan ini sedang jalan. Tapi sifatnya masih berupa rintisan,” ujar Gus Sholah mengunjungi kantor Republika di Jalan Warung Buncit Raya, Jakarta Selatan,  Selasa (10/1).

Disebutkan, pada medio 2016 lalu, umat Islam Indonesia mendapatkan 'suntikan' semangat fenonema Aksi Super Damai 212. Menurutnya semangat ini mesti dijadikan modal awal untuk mewujudkan kekuatan literasi kaum Muslim. Dia pun membayangkan, umat Islam, khususnya yang berbasis pesantren, bersama-sama mewujudkan jaringan media massa dan penerbitan buku serta toko-toko buku Islami.

Karena itu pula Gus Sholah mengajak Republika untuk menyusun rencana dan memetakan potensi pasar buku-buku Islami yang berbasis pesantren. Apalagi, begitu banyak kiai besar Nusantara atau tokoh pesantren yang merupakan penulis. Baik para penulis yang sudah lama wafat maupun yang masih aktif. Karya-karya mereka semestinya terus beredar, khususnya di kalangan pesantren lingkup nasional.

Gus Sholah menilai, pengalaman 24 tahun yang dimiliki Republika dapat menjadi pembelajaran bersama. “Kalau 20 pesantren bergabung, itu akan jadi pangsa besar. Mungkin sifatnya internal, kalau keluar (sasaran pasarnya publik), ya sama-sama. Kalau oplah 20 ribu, itu membuka peluang untuk iklan,” ujarnya.

“Harus ada yang buat kajian secara profesional (untuk memetakan potensi) ini,” tukas dia.

Gus Sholah memandang, Harian Republika berperan cukup besar dalam memajukan literasi umat Islam. Misalnya melalui program workshop penulisan yang menyasar pesantren. 

 

 

 

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement