Selasa 10 Jan 2017 18:30 WIB

Komoro Wajibkan Pendidikan Alquran

Rep: Marniati/ Red: Agung Sasongko
Masjid Jumat atau Masjid Putih di Kota Moroni, Komoro.
Foto: flickriver.com
Masjid Jumat atau Masjid Putih di Kota Moroni, Komoro.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Setelah kudeta militer 1999, konstitusi tidak mendukung kebebasan beragama di Komoro. Konstitusi baru Komoro yang disahkan pada Desember 2001 tidak mengatur kesetaraan semua hak dan kewajiban tanpa pembedaan berdasarkan jenis kelamin, asal, ras, agama, atau kepercayaan.

Pasal 41 dari konstitusi baru juga mendirikan Dewan Ulama (ulama Islam) untuk membantu Pemerintah Komoro dalam membuat keputusan tekait  kehidupan beragama di Komoro.  

Konstitusi Komoro menyatakan bahwa Islam adalah agama negara dan tidak dapat diubah. Pemerintah membuat hukum Islam mengikat bagi semua warga Komoro.

Hukum juga mengatur bahwa meninggalkan agama Islam dan memeluk agama lain adalah tindakan kejahatan, seperti Mauritania, Sudan, dan Iran, tindakan tersebut bisa menyebabkan sanksi berupa hukuman mati. 

Studi tentang kitab suci Islam menjadi wajib di sekolah-sekolah umum, bahkan untuk anak-anak dari orang-orang yang bukan Muslim. Namun, minoritas memiliki hak mengoperasikan sekolah mereka sendiri tanpa menggunakan kitab suci Islam.

Grand Mufti, yang dicalonkan oleh presiden akan bertugas di Kementerian Urusan Islam. Grand Mufti ini berfungsi sebagai penasihat pemerintah pada iman dan hukum Islam.

(Baca: Tak Diragukan, Komitmen Bangsa Komoro Jalankan Syariat Islam)

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement