Ahad 25 Dec 2016 07:34 WIB

Mengenang Gus Dur: Antara Cak Rahman, Durahman, dan Motor Bebek

Gus Dur-Soeharto
Putri Presiden keempat indonesia K.H Abdurrahman Wahid, Inayah Wahid melihat koleksi lukisan Gus Dur di rumah pergerakan Gus Dur saat acara peresmian di Menteng, Jakarta Pusat, Ahad (24/1).

Sesuai kesepakatan, keesokan paginya sekitar pukul 09 saya menjemput Cak Rahman di Guest House UGM, Bulaksumur.

Dan, ketika tiba di kamarnya, ternyata Cak Rahman belum siap. Dia masih bersarung dan berkaos oblong. "Waduh, saya keasyikan baca buku ini," ujar Cak Rahman sambil menunjukkan buku tebal berbahasa Inggris yang saya lupa judulnya.

"Begini saja," sambung Cak Rahman, "Sampeyan belum sarapan toh?"

Lantaran gengsi, saya jawab: "Sudah Cak."

Cak Rahman tertawa terkekeh-kekeh:"Mana ada aktivis jam segini sudah makan. Sudah, Sampeyan makan dulu di restoran, bilang saya yang bayar, saya mau mandi."

Tidak lama sesudah saya selesai memperbaiki gizi, Cak Rahman datang. Kami pun berangkat menuju Dagen, di bilangan Malioboro. Saya minta maaf kepada Cak Rahman, karena menjemputnya cuma menggunakan motor bebek. "Sampeyan ini. Adanya bebek, ya bebek saja. Nggak perlu minta maaf."

Sepanjang perjalanan kami ngobrol berbagai hal, termasuk perihal Pondok Pesantren Ciganjur yang selalu menjadi predikatnya jika menulis. "Pesantren apa? Itu bisa-bisanya koran saja," ujar Cak Rahman enteng.

Cak Rahman juga menumpahkan kejengkelannya terhadap rektor sebuah perguruan tinggi negeri. "Sampeyan lihat. Saya akan buktikan, saya bisa lebih besar dari dia dan perguruan tingginya," kata Cak Rahman.

Sampai di Dagen, saya kaget. Ruang pertemuan yang memang tidak terlalu besar, penuh sesak oleh peminat diskusi, bahkan melimpah sampai keluar. Daya panggil Cak Rahman ternyata luar biasa besar. Bayangkan, dengan acara yang disiapkan sangat mendadak, peserta diskusi melimpah ruah.

Saya tidak ingat lagi apa tema diskusi pagi itu. Yang pasti, keesokan harinya tiga koran Yogya: Kedaulatan Rakyat, Masa Kini, dan Berita Nasional; mewartakan diskusi para aktivis mahasiswa dengan Katib Syuriah PBNU, KH Abdurrahman Wahid.

Sejak peristiwa itu, beberapa kali saya menghadiri diskusi di mana Cak Rahman sebagai salah seorang nara sumber yang selalu membikin cair suasana. Beberapa kali saya saksikan, sesudah memaparkan pandangannya, Cak Rahman tertidur sampai terdengar dengkur halusnya.

Yang luar biasa, ketika diminta memberi tanggapan balik, dia bisa menjawab satu per satu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement