Jumat 23 Dec 2016 08:57 WIB

Ketum ICMI: Fatwa MUI Jangan Ikuti Naluri Politik atau Amarah Semata

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Agus Yulianto
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie (kanan).
Foto: Republika / Darmawan
Ketua Umum ICMI Jimly Asshiddiqie (kanan).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menerbitkan fatqa haram terkait penggunaan atribut non-Muslim bagi umat Islam dalam perayaan Natal. Namun fatwa tersebut menimbulkan polemik di kalangan masyarakat. Hal ini karena fatwa itu dijadikan landasan untuk sweeping atau menyisir sejumlah pusat perbelanjaan di berbagai daerah di Indonesia.

Menanggapi polemik tersebut, Ketua Umum (Ketum) Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Jimly Asshiddiqie menilai, prosedur penetapan fatwa MUI memang perlu dievaluasi. Ia berpendapat, dalam menerbitkan fatwa, MUI patut menyisihkan kepentingan atau naluri politik atau amarah semata.

"Prosedur penetapan fatwa perlu dievaluasi. Jangan mengikuti naluri politik atau amarah dari keadaan," ujar Jimly, seperti dilaporkan situs resmi ICMI, Kamis (22/12).

Menurutnya, bila telah mencampurkan naluri politik atau emosi semata, akan menyebabkan kulitas fatwa MUI menjadi menurun. "Khawatirnya nanti nilai fatwa ini jadi menurun. Tingkat kepercayaan orang kepada MUI juga jadi berubah. Inilah yang harus kita jaga," tuturnya.

Oleh sebab itu, Jimly menilai, dalam menerbitkan sebuah fatwa MUI perlu menimbang dan mengkaji secara matang, tidak hanya teks tapi juga konteks. "Harus mengkaji bagaimana syiarnya, Alquran, sunah Rasul, sejarah pemikiran, fikih, konteksnya masa kini. Fatwa kan harus memberikan bimbingan kepada umat Islam dan masyarakat luas," ucap Jimly.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement