Kamis 05 Jun 2025 16:31 WIB

Asrorun Niam: Skema Murur Sudah Sesuai Ketentuan Syariah

Ada tiga pola pergerakan jamaah haji dari Arafah menuju Muzdalifah dan Mina.

Rep: Teguh firmansyah/ Red: Gita Amanda
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengecek persiapan fasilitas Wukuf bagi jamaah calon haji Indonesia jelang puncak haji di Arafah, Makkah, Arab Saudi, Senin (26/5/2025). Pemeriksaan persiapan fasilitas untuk wukuf di Arafah dan mabit di Mina itu dilakukan syarikah guna memberikan kenyamanan bagi jamaah calon haji Indonesia.
Foto: ANTARA FOTO/Andika Wahyu
Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi mengecek persiapan fasilitas Wukuf bagi jamaah calon haji Indonesia jelang puncak haji di Arafah, Makkah, Arab Saudi, Senin (26/5/2025). Pemeriksaan persiapan fasilitas untuk wukuf di Arafah dan mabit di Mina itu dilakukan syarikah guna memberikan kenyamanan bagi jamaah calon haji Indonesia.

REPUBLIKA.CO.ID, Redaktur Republika Teguh firmansyah, melaporkan dari Makkah, Arab Saudi

MAKKAH -- Ketua MUI Bidang Fatwa Prof Asrorun Niam Sholeh memberikan apresiasi atas langkah pemerintah yang terus memperbaiki layanan manasik bagi jamaah haji Indonesia. Menurutnya, inti penyelenggaraan haji adalah terlaksananya rukun dan wajib haji bagi jamaah haji secara sempurna, dan jika mungkin juga dilengkapi fasilitasi sunnahnya. 

Baca Juga

"Secara khusus untuk tahun ini ada perbaikan beberapa proses layanan manasik, salah satunya praktek mabit di Muzdalifah yang merupakan wajib Haji, dengan cara murur yang sesuai ketentuan syariah,” ujar Mustasyar Dini Misi Haji 2025 ini di MCH, Makkah, beberapa waktu lalu. 
 
Niam menjelaskan, ada tiga pola penggerakan jamaah haji dari Arafah menuju Muzdalifah dan Mina. Pertama, jamaah haji yang memperoleh jadwal penggerakan dari Arafah habis Maghrib langsung menuju Muzdalifah. Mereka turun untuk mabit dan menunggu tengah malam hingga terpenuhinya syarat mabit. 
 
Kedua, jamaah haji yang memperoleh jadwal dari Arafah selepas tengah malam, bus menuju Muzdalifah dan dapat melaksanakan mabit di atas bus dengan murur. Kondisi itu dapat dilakukan jika sampai dengan pukul 01.00 WAS, kondisi Muzdalifah masih padat.
 
Karena itu, kata Profesor Asrorun, hal ini cukup bagus sekali. Secara fikih, sudah terpenuhi ketentuan keagamaan mabit di Muzdalifah yang merupakan wajib haji. 
 
“Jamaah haji yang mengikuti skema ini tidak perlu ragu tentang keabsahannya. Ini justru memudahkan,” jelas Niam.
 
Ketiga, bagi jamaah haji yang ada udzur syar’i, seperti sakit, lansia yang membutuhkan pendampingan khusus, petugas yang mengatur layanan jamaah, maka diberikan dispensasi (rukhshah) untuk tidak mabit di Muzdalifah, dan tidak wajib membayar dam. 
 
“Para ulama memberikan rukhshah bagi jamaah yang memiliki udzur syar’i untuk tidak mabit di Muzdalifah dan tidak wajib membayar dam," ujarnya. 
 
Karena itu, kata ia, tidak perlu dibuat melintas di Muzdalifah, apalagi di waktu sebelum waktu tengah malam, seolah-olah dia mabit. "Tidak perlu seperti itu, karena bagi yang punya udzur memang tidak wajib. Pola sekarang adalah hasil evaluasi dan perbaikan dari sebelumnya, sejalan dengan Fatwa MUI," jelasnya.
 
Dalam Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia III di Bangka Belitung 2024, ditetapkan fatwa tentang Hukum Pelaksanaan Mabit di Muzdalifah dengan cara Murur.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement