REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kabupaten Pidie hingga saat ini masih dibayangi gempa susulan dan masih banyak warga yang membutuhkan bantuan di posko-posko pengungsian. Pasalnya, rumah mereka sudah diporak-porandakan gempa berkekuatan 6,5 skala richter pada Rabu (7/12) lalu.
Tidak hanya rumah, mushalla dan masjid juga turut hancur, termasuk pesantren. Sudah hampir sepekan mereka menginap di tenda-tenda, batuan logistik pun masih terus disalurkan oleh 70 relawan yang datang ke daerah pemekaran tersebut.
Salah satu santri dari Pondok Pesantren Tauthiatut Tarbiyah, Muhammad Nasir (13) merasa terharu dengan bantuan dari relawan yang datang ke pesantrennya di Desa Lhok Pu'uk, Kecamatan, Panteraja, Kabupaten Pidie Jaya.
"Kami merasa terbantu sekali. Kita memang tak bisa balas, tapi kita bisa berdoa," ujar santri yang belajar di peaantren tersebut saat berbincang kepada Republika.co.id, Selasa (13/12).
Nasir belajar di pesantren tersebut setiap malam sedangkan siangnya sekolah umum yang jaraknya cukup jauh. Kadang ia tidur di pesantren dan kadang ia pulang ke rumahnya. Namun, pada saat gempa besar itu terjadi, ia kebetulan sedang berada di rumahnya.
"Rumah saya atapnya hancur sekarang saya menginap di sini (Posko Pengungsian di depan pesantrennya)," ucap dia.
Begitu juga dengan pesantren nya, kini juga audah runtuh akibat bencana bumi tersebut. Masjid dan beberapa bangunan di pesantren itu kini tak bisa ditempati lagi, sehingga santri-santri banyak yang mengungsi di tenda bergumul bersama warga.
Berbagai lembaga bantuan kemanusiaan terus berdatangan untuk memberikan bantuan ke santri dan warga yang menginap di Posko Pengungsian tersebut. Selain mendapat bantuan logistik dan air bersih, beberapa warga yang mempunyai bayi saat ini juga telah dapat menghuni rumah Hunian Sementara (Huntara) yang dibangu oleh relawan.