Ahad 11 Dec 2016 22:12 WIB

Regulasi Zakat Akan Dimaksimalkan

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Maman Sudiaman
Irfan Syauqi Beik
Foto: istimewa
Irfan Syauqi Beik

REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK -- Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) memahami saran spesialisasi organisasi pengelola zakat. Untuk saat ini, BAZNAS melihat perangkat yang ada perlu dimaksimalkan lebih dulu dan proses ke depan masih berpeluang dinamis.

Anggota BAZNAS, Nana Mintarti, mengatakan, untuk saat ini, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang pengelolaan zakat punya amanat tersendiri. Ini pun hasil dinamis dari Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan zakat. Tidak menuntup kemungkinan ada rivisi ke depan.

Nana memahami, regulasi pasti ada aspek positif dan negatif. Karena itu Baznas juga punya ranah advokasi juga yang diserahkan ke Pusat Kajian Strategis (Puskas) Baznas untuk mengukur apakah kebijakan yang ada sekarang sudah efektif belum.

''Bagi saya, ini memang bisa dipolemikikkan. Namun, UU 23/2011 dan Peraturan Pemerintah Nomor 14 Tahun 2014 tentang pelaksaan UU 23/2011 perlu optimalkan dulu,'' kata Nana dalam seminar 'Refleksi Zakat Nasional' yang gelar BAZNAS bersama Pusat Ekonomi dan Binsis Syariah FEB UI di Kampus UI, baru-baru ini.

Polemik legalitas lembaga amil zakat (LAZ) juga perlu dicarikan jalan keluar. Nana menyarankan, bila unit pengumpul zakat (UPZ) belum mampu jadi LAZ, jangan memaksakan diri. UPZ ini maknanya tidak hanya mengumpulkan, tapi bisa juga mengelola zakat dengan kewenangan dari Baznas. Ini ada di Peraturan Baznas yang baru.

Soal spesialisasi UPZ, Nana menyebut persoalannya sama. Regulator bisa melihat dinamika masyarakat, kalau ada cara yang lebih efektif, aturan bisa direvisi. Saat ini organisasi pengelola zakat (OPZ) yang ada di Indonesia punya fokus pada program pendidikan, kesehatan, advokasi dan dakwah, sosial, dan kebencanaan

''Apa bisa dispesialisasi? Ini jadi PR kajian Puskas. Apa akan lebih efektif kalau OPZ terspesialisasi atau karena ada ada tuntunan delapan asnaf maka tetap seperti ini karena sulit membuat spesialisasi,'' tutur Nana.

Nana juga menyarankan Puskas membuat riset skala mikro, meso, dan makro. Pada skala mikro Puskas bisa membuat model dan mengkaji praktik terbaik pengelolaan zakat. Pada skala meso dan makro, Puskas bisa mengkaji dan meminta masukan perbaikan regulasi.

Direktur Puskas Baznas Irfan Syauqi Beik mengatakan, zakat bukan hanya persoalan jumlah lembaga, tapi banyak hal termasuk kualitas juga efisiensi. Kalau mau didesain, bisa saja organisasi pengelola zakat dikonsolidasikan. Tapi zakat di Indonesia lahir dari inisiatif masyarakat. Peran pemerintah terlihat setelahnya, baru pada 1999.

Bila organisasi pengelola zakat (OPZ) hendak dispesialisasikan, perlu ada titik keahlian OPZ dan ini butuh waktu. Prosesnya butuh pemikiran, desain, komitmen, dan kesepakatan bersama. Kecuali, bila konstruksi undang-undangnya menyebut OPZ untuk patuh pada regulator. Tapi karena ini proses demokratis, jadi regulator juga coba mendengarkan semua.

''Spesialisasi ini idenya bagus. Bila ke hendak ke sana, intinya bersama dan bersepakat untuk itu,'' kata Irfan.

Spesialisasi ini artinya diarahkan untuk fokus pada satu sisi sehingga inovasi OPZ pun akan fokus di bidang itu. Ini perlu dipikirkan karena ada hal yang tidak mudah seperti pemetaan SDM OPZ.

Misalnya satu OPZ fokus pada pemberdayaan ekonomi, itu program paling sulit. Amil harus bisa menggerakkan dan memberdayakan. Salah satu tantangan utama ekonomi syariah termasuk zakat adalah SDM.

''Kami ingin SDM terbaik untuk mau berjihad di dunia perzakatan. Tidak mudah cari SDM seperti itu,'' ungkap Irfan.

 

 

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement