Ahad 07 Sep 2025 10:52 WIB

Regulasi Zakat, Dari MK ke DPR

JR UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat telah diketok.

  Zakat Fitrah (ILustrasi)
Foto: Dok Republika
Zakat Fitrah (ILustrasi)

Oleh : Ahmad Juwaini, Praktisi Keuangan Sosial Islam

REPUBLIKA.CO.ID, Tanggal 28 Agustus 2025, palu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas Judicial Review (JR) UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat telah diketok. Keputusan nomor 97/PUU-XXIII/2025 telah dibacakan secara bergantian oleh para hakim konstitusi.

JR yang prosesnya berlangsung selama setahun tersebut akhirnya sampai pada Keputusan final. Keputusan JR ini tentu memiliki dampak signifikan dalam perkembangan zakat di Indonesia ke depan.

JR yang diajukan oleh Dompet Dhuafa, Forum Zakat dan Arif Rachmadi tersebut, mengajukan tuntutan agar pasal-pasal pada UU No. 23 Tahun 2011 yang dinilai bertentangan dengan UUD 1945 untuk diperbaiki.

Menurut pengaju, Sebagian pasal-pasal dalam UU no. 23 Tahun 2011 tidak memberikan kebebasan kepada muzaki untuk membayar zakat dan memilih lembaga tempat pembayaran zakatnya, Baznas berperan sebagai lembaga super body, tidak setaranya BAZNAS (organisasi pengelola zakat yang dibentuk pemerintah) dengan LAZ (organisasi pengelola zakat yang dibentuk masyarakat), tidak adanya kebebasan dalam membentuk UPZ (Unit Pengumpul Zakat) serta subordinasi LAZ atas BAZNAS.

Dalam Keputusan MK tersebut, semua tuntutan dari pengaju ditolak, dengan pertimbangan bahwa semua pasal-pasal yang ada di UU No. 23 Tahun 2011 tidak ada yang bertentangan dengan UUD 1945. MK juga mendalilkan bahwa kalimat-kalimat dalam pasal-pasal yang digugat tidak dapat dimaknai sebagai penyimpangan atau bertentangan dengan UUD 1945, karena maknanya bukanlah bentuk pembatasan bagi muzaki, LAZ, ataupun instansi tertentu. Masih menurut MK, semua yang disangkakan sebagai pembatasan, super body dan subordinasi itu masih dalam kerangka koordinasi, optimalisasi dan administrasi.

Namun, meskipun secara substansi keputusan MK menolak semua gugatan dari pengaju JR tersebut, dalam pertimbangan keputusannya, MK menegaskan :

…perihal inkonstitusionalitas norma pasal-pasal yang diajukan permohonan oleh para Pemohon, lebih merupakan masalah penerapan norma. Namun demikian, Mahkamah menilai, penerapan norma tersebut sebagian dapat saja disebabkan oleh perumusan atau konstruksi norma itu sendiri. Oleh karena itu, penting bagi Mahkamah menegaskan agar pembentuk undang-undang sesegera mungkin melakukan revisi atau perubahan atas UU 23/2011 paling lama dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak Putusan a quo diucapkan guna penguatan pengelolaan zakat dengan memperhatikan perlindungan dan kepastian hukum yang adil kepada semua pihak dengan berpedoman pada putusan a quo.”

Masih dalam pertimbangan tersebut selanjutnya disebutkan : “Terlebih, rencana perubahan UU 23/2011 telah masuk dalam Program Legislasi Nasional Tahun 2025 -2029,... Dalam hal ini, perubahan atau revisi dimaksud dilakukan dengan memperhatikan, antara lain: (1) membedakan kewenangan, tugas, dan fungsi antara regulator, pembinaan, dan pengawasan (oleh pemerintah) dengan pelaksana/pengelola/operator (oleh BAZNAS dan LAZ); (2) memberikan kebebasan bagi pembayar zakat (muzaki) untuk menentukan badan/lembaga yang mereka percaya dalam membayar zakat; (3) membuka kesempatan yang sama bagi semua operator pengelolaan zakat untuk berkembang secara optimal dan adil tanpa adanya hubungan sub-ordinasi antarlembaga pengelola zakat; (4) pengelolaan zakat harus dilakukan untuk mewujudkan good zakat governance; (5) proses perubahan atau revisi UU 23/2011 dilakukan dengan melibatkan partisipasi bermakna para pemangku kepentingan (stakeholders) termasuk lembaga-lembaga amil zakat yang secara faktual telah terlibat dalam pengelolaan zakat.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement

Rekomendasi

Advertisement