Ahad 11 Dec 2016 07:31 WIB

Tiga Pendapat Soal Kapan dan Siapa di Balik Peringatan Maulid

Rep: Marniati/ Red: Nasih Nasrullah
 Jamaah mengikuti peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW 1437 H di Masjid Istiqlal, Jakarta, Kamis (24/12). (Republika/Agung Supriyanto)

Beberapa teori sejarah di atas dapat disatukan tanpa harus mempertentangkannya. Awalnya, perayaan Maulid Nabi diadakan oleh Dinasti Ubaid di Mesir.

Perayaan Maulid Nabi di sana hanya satu di antara sekian banyak perayaan yang mereka lakukan, untuk membangun pencitraan  dan mendapat dukungan dari rakyat Mesir. Hal itu terpaksa dilakukan karena sebelumnya Syiah Ubaidiyah telah dihancurkan oleh kaum Muslimin di Tunisia.

Datangnya Shalahuddin al-Ayyubi menguasai Mesir menjadi berkah bagi kaum Muslimin. Beliau berjuang keras mengembalikan haluan akidah rakyat Mesir ke pangkuan Aswaja. Caranya, beliau melakukan pendekatan kultural, bukan dengan pedang dan pertumpahan darah. Untuk merintis perubahan ini,  beliau sisakan perayaan Maulid Nabi bagi rakyat Mesir.

Tampaknya perayaan Maulid Nabi di Mesir mengundang ketertarikan penguasa Muslim di wilayah lain, yaitu Muzhaffar Kukabri, gubernur Irbil di Irak. Beliau ini sebenarnya adalah sejawat Sultan Shalahuddin dalam jihad melawan pasukan Salibis di Eropa. Bahkan Sultan Shalahuddin menikahkan laki-laki dengan saudara perempuannya, Rabiah Khatun bin Ayyub.

Tidaklah aneh jika diantara keduanya terjalin hubungan saling mendukung satu sama lain. Dan kebutuhan pada peringan Maulid Nabi ini dirasakan mendesak, ketika kaum muslimin sedang mengalami kelemahan dan kelelahan akibat perang terus menerus menghadapi kaum Salibis Eropa. Saat itulah Shalahuddin memanfaatkan momen peringatan Maulid Nabi untuk mengingatkan kembali kaum Muslimin terhadap jejak-jekak sejarah Rasulullah.  

Dengan demikian kita bisa mendapatkan kesimpulan tentang asal usul peringatan Maulid nabi dalam sejarah kaum muslimin sejak ribuan tahun lalu. Awalnya diinisiasi oleh Dinasti Syiah Ubaidiyah lalu diadaptasi ke dalam kultur Aswaja oleh Malik Mudzaffar dan Sultan Shalahuddin al-Ayyubi.

Di Mesir pada masa Dinasti Mamluk (abad ke-14 dan abad ke-15 M), peringatan Maulid diadakan dengan mewah dan megah. Dalam acara itu, Sultan membagikan pundi-pundi dan kue kepada para ulama. 

Pada abad ke-19 M kerajaan Islam di Mesir mengadakan peringatan maulid di sebuah taman. Dalam kesempatan itu dibacakan syair berseloka yang mengungkapkan kecintaan kepada Nabi Muhammad.

Pada era sekarang, maulid Nabi dirayakan hampir di semua negara Muslim, dan di negara-negara lain yang memiliki populasi Muslim signifikan, seperti India, Inggris, Nepal, Sri Lanka, Prancis, Jerman, Italia, Rusia dan Kanada. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement