REPUBLIKA.CO.ID, BANTUL -- Dialog antar-agama sangat diperlukan untuk menjaga kemajemukan Indonesia. Hal ini dilakukan untuk menyamakan persepsi antarumat beragama bahwa menjaga perdamaian dan toleransi adalah hal yang sangat penting.
Sayangnya, kata mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah Din Syamsudin, di tengah maraknya isu kerentanan kebhinekaan Indonesia, sampai saat ini, dialog antar pemeluk agama hanya berjalan secara monolog. Padahal, dialog yang benar adalah dialog yang mampu menciptakan kesepakatan dan kelapangan hati antara pemeluk agama untuk sama-sama menjaga kedamaian dan situasi kondusif.
Hasil dari dialog tersebut seharusnya mampu meningkatkan kesadaran bagi masyarakat. Di mana tidak boleh ada siapapun yang menunjukkan sikap intoleransi pada pemeluk agama lain. "Harusnya tidak boleh ada hal yang terjadi seperti di Kepulauan Seribu kemarin," kata Din mencontohkan kasus Ahok saat memberikan caramah pada Public Lerture di Sportarium Uversitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Senin (5/12).
Menurutnya, wajar saja jika apa yang terjadi di Kepulauan Seribu melecut kemarahan umat islam. Pasalnya, calon Gubernur DKI itu telah memberikan penilaian dan penghakiman negatif terhadap kepercayaan orang lain. Sementara, dia sendiri tidak paham mengenai Islam.
Din meyakini, bahwa apa yang dilakukan Ahok adalah sebuah penistaan agama. Sebab, dia telah menghina hal-hal yang dianggap suci dalam kepercayaan orang Islam. Adapun hal-hal yang dianggap suci dalam Islam, di antaranya kitab suci Alquran dan para ulama.
Selain melecehkan Alquran, menurut Din, Ahok telah menghina para ulama dengan menyalahkan ajaran-ajaran yang mereka sampaikan. Maka itu, kasus Ahok ini harus ditangani secara transparan dengan jalur penegakkan hukum.
"Jalan yang terbaik adalah penegakkan hukum. Karena ini adalah cara yang paling beradab," kata Din di hadapan ribuan mahasiswa UMY. Namun demikian, Din mengatakan, penegakkan hukum harus dilakukan secara berkeadilan.