REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Banyak kisah tentang keutamaan bersedekah. Dalam beragam cerita itu, Allah SWT memberikan ganjaran melimpah bagi siapa pun pemberi sedekah selama disertai keihlasan, tanpa mengungkit dan menggunjing, serta tak diikuti perbuatan riya atau syirik.
Kisah berikut ini mengajarkan kita pentingnya mengeluarkan sebagian harta dari pendapatan yang kita peroleh. Baik sebagai seorang petani, pengusaha, maupun seorang profesional yang memiliki penghasilan lebih dari cukup. Dengan bersedekah, Allah akan menjaga dan memberikan keberkahan harta yang dimilikinya.
Seperti dikisahkan dalam buku Kisah-Kisah yang Menunjukkan Keutamaan Amal karangan Dr Umar Sulaiman al-Asqor, cendekiawan Muslim asal Yordania. Ia mengisahkan, ada seorang petani yang kebunnya telah dijaga oleh Allah SWT dari kekeringan hanya karena dia ikhlas dan istiqamah mengeluarkan hasil taninya sesuai yang diperintahkan-Nya.
Kisah yang diriwayatkan oleh Muslim dalam bab Zuhd wa ar-Raqaq, pasal sedekah ini, membeberkan suatu ketika ada seorang petani yang sedang berteduh di sebuah pohon untuk menghindari sengatan matahari. Ini ia lakukan setelah menggarap lahannya yang sudah lama tidak dialiri air.
Tanah-tanah di wilayah itu terbengkalai karena kekeringan. Sudah hampir satu setengah tahun tidak turun hujan. Dalam keadaan lelah dan penuh harap, setelah menggarap lahannya, hujan turun. Dalam istirahatnya itu, kedua matanya pun terpejam, ia tertidur. Belum lama ia memejamkan mata, tiba-tiba ada suara, Siramilah kebun si fulan.
Ia terperanjat dan berpikir terhadap seruan, Siramilah kebun si fulan. Nama si fulan memang asing di telinganya, tapi merupakan satu profesinya sebagai seorang petani yang setiap hari sama-sama berangkat pada pagi hari menggarap lahan yang masing-masing dimilikinya.
Di tengah harapannya akan turun hujan, ia bertanya-tanya mengapa mesti kebun si fulan yang mesti disirami dan bukan kebunnya seperti kondisi sekarang ini. Tentunya semua petani di sini membutuhkan siraman air, katanya menggerutu dalam hatinya.
Tanpa banyak kata, ia mencari sumber suara dengan nada seruan itu. Hingga akhirnya ia menemukan suara dari gumpalan awan hitam menuju suatu daerah yang tidak jauh dari tempatnya beristirahat tadi.
Atas izin Allah, awan itu menumpahkan air dengan bebatuan hitam. Batu-batu hitam itu seketika membentuk saluran air. Petani itu terus menelusuri jalan air itu dan ternyata ada seorang laki-laki, sama-sama petani, sedang mengurai-urai tanah yang teraliri air dengan cangkulnya.
Petani yang mengikuti awan tadi itu langsung bertanya kepada petani yang sedang mengaliri air dengan cangkulnya. "Wahai hamba Allah, siapa namamu?" tanyanya. Petani yang sedang mengaliri itu menjawab, ''Saya fulan bin fulan. Wahai hamba Allah, mengapa kamu bertanya tentang namaku,'' katanya balik bertanya sambil menghentikan sesaat kegiatan mencangkulnya.
''Sungguh aku mendengar suara di awan di mana airnya adalah yang mengalir ke lahanmu dan sebelumnya awan itu berkata, Siramilah kebun fulan, yaitu namamu,'' katanya. ''O, seperti itu yang kamu dengar. Apakah Anda wahai hamba Allah tidak salah mendengar?'' katanya.
''Demi Allah, saya tidak salah mendengar. Untuk itu, saya sampai ke lahan milikimu ini,'' katanya. ''Jika demikian, mungkin itu kebetulan,'' kata si fulan itu. Si petani yang mengikuti awan itu bertanya lagi. ''Memang apa yang kamu lakukan padanya?'' katanya.
Lalu si fulan itu spontan menjawab, ''Karena kamu mengatakan itu, aku melihat hasil kebunku yang cukup baik. Sepertiganya aku sedekahkan, sepertiganya aku makan bersama keluargaku, dan sepertiga sisanya aku kembalikan kepadanya (ditanam),'' katanya.
Kita sebagai umat Muslim mengetahui bahwa sedekah menjaga harta, menumbuhkannya, dan memberkahinya. Si fulan ini telah memberikan nafkah kepada keluarganya yang telah menjadi kewajiban di samping telah memelihara kebun dengan pengolahan yang baik.
Setelah membagi hasil taninya untuk keluarga, sedekah, dan ditanam kembali pemilik kebun yang namanya disebut awan ini adalah petani Muslim yang telah mengetahui hak Tuhan atasnya. Sehingga, Allah meridhainya sebagai petani yang tidak pandai mengolah lahan, tapi juga pandai membagi harta untuk diberikan kepada keluarga dan disedekahkan.