REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada 1920-an, ilmuwan Kristen asal Irak, Alphonse Mingana dan Edward Cadbury, mengumpulkan manuskrip dari Irak. Semua karya itu kini tersimpan di Universitas Birmingham.
Meski begitu, puluhan ribu manuskrip masih tersisa di Irak. Setelah Irak menjadi sebuah negara pada abad ke-20, pengumpulan manuskrip ini dimulai.
Pada 1923, sebuah museum nasional didirikan di Baghdad dan gedung permanennya mulai berdiri pada 1926. Museum nasional ini menjadi pusat koleksi manuskrip nasional Irak hingga akhirnya didirikan perpustakaan manuskrip nasional Irak pada 1988.
Pada 1928, Public Awqaf Library membentuk sembilan kelompok koleksi manuskrip yang diserahkan sukarela dari para pemegangnya. Manuskrip ini berasal dari era Turki Utsmani dan abad-abad setelahnya. Perpustakaan publik dan akademik lain yang tersebar di Irak juga turut menampung koleksi manuskrip bersejarah ini. Pada paruh kedua abad 20, mayoritas bangsa Arab dan negara-negara Islam juga mengoordinasikan pengumpulan manuskrip bersejarah semacam ini.