REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Islam menjadi isu utama di Amerika Serikat (AS) pascatragedi 11 September 2001. Dunia tak pernah sama lagi setelah peristiwa itu. Islam dan umatnya menjadi sorotan di berbagai belahan bumi. Berbagai perlakuan dan tindakan tak nyaman mendera Muslim yang tinggal di AS dan negara negara Barat lainnya.
Sejarah mencatat, hanya beberapa hari setelah peristiwa itu, tepatnya 17 September 2001, Presiden AS kala itu, George Walker Bush, memilih Masjid Islamic Center Washington DC untuk menyampaikan pidatonya. Dalam pidato itu, Presiden Bush menegaskan bahwa Muslim AS adalah bagian dari AS dan mereka berhak mendapat perlakuan yang sama dan setara dengan warga AS lainnya.
Bertahun-tahun sebelumnya, yakni Maret 1977, sejarah kelam pernah terjadi di masjid ini. Dalam peristiwa yang dikenal sebagai “1977 Hanafi Siege” itu, tiga orang bersenjata menyerbu ke dalam masjid dan menyandera 11 orang. Tiga orang tersebut merupakan bagian dari kelompok Hamaas Abdul Khaalis yang mengajukan beberapa tuntutan kepada Pemerintah AS. Penyanderaan berakhir setelah tiga orang duta besar negara Islam melakukan perundingan dengan kelompok tersebut.
Bertahun-tahun sebelumnya, tepatnya Mei 1956, Presiden pertama Republik Indonesia Ir Soekarno mengunjungi sekaligus shalat di masjid ini. Kala itu Soekarno sedang dalam kunjungan kenegaraan selama 19 hari ke AS atas undangan Presiden AS, David Dwight Eisenhower. Meski telah dikunjungi seorang kepala negara, sejatinya saat itu Masjid Islamic Center Washington DC belum selesai dibangun dan baru diresmikan setahun kemudian.
Gagasan untuk membangun masjid ini muncul setelah Dubes Turki untuk AS Mehmet Munir Ertegun wafat pada 11 November 1944 dan tak ada satu pun masjid di Wa shington DC untuk keperluan pelaksanaan shalat jenazah. Berangkat dari keprihatinan itu maka Dubes Mesir untuk AS kala itu Mahmud Hasan Pasha, meminta seorang peng usaha Muslim Amerika yang dikenal sebagai kontraktor sukses, AJ Howar, untuk membangun masjid.