REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wacana pembentukan kawasan industri halal masih bergulir. Sayangnya kawasan ini belum bisa direaliasi karena Kementerian Perindustrian masih menunggu peraturan turunan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang jaminan produk halal (UU JPH).
Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian Syarif Hidayat mengatakan, pihaknya masih menunggu peraturan turunan UU JPH, terutama peraturan pemerintahnya. Sebab di sana akan ada aturan termasuk kaitannya dengan industri produk halal.
''Industri produk halal, terutama pangan, rantainya panjang. Makan keberadaan kawasan industri halal ini harus diselaraskan dengam aturan turunan UU JPH. Sambil menunggu aturan lengkap, kami siapkan konsepnya dulu,'' kata Syarif di Kantor Kementerian Perindustrian, Rabu (28/9).
Dalam konferensi pers Indonesia International Halal Lifestyle Expo & Conference (IIHLEC) 2016, Syarif menyatakan, saat ini produk halal bukan hanya identik bagi kebutuhan masyarakat Muslim saja, namun masyarakat non Muslim di dunia. Bahkan, perusahaan-perusahaan produk makanan di Indo-Cina seperti Laos, Vietnam, dan Kamboja, serta Australia hingga Amerika Serikat telah melihat isu halal sebagai peluang bisnis yang sangat baik untuk dikembangkan.
Harusnya Indonesia percaya diri bisa memimpin pasar produk halal karena basis pasarnya kuat. Tinggal bagaimana menggerakkannya. Sebab hala bukan hanya halal, tapi juga sehat. ''Apalagi masyarakat saat ini mulai punya perhatian lebih pada produk-produk yang sehat,'' kata Syarif.
Dengan besarnya penduduk Muslim Indonesia, maka sudah jadi kewajiban pemerintah untuk menyediakan produk halal. Sebab pengguna produk halal tidak hanya Muslim, tapi semua kalangan. Bahkan, kata Syarif, negara minoritas Muslim pun sudah mulai menyediakan makanan halal dan fasilitas ramah Muslim dengan makin banyak Muslim banyak melakukan perjalanan.