REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Di Indonesia, manajemen kurban pada hari raya Idul Adha dilangsungkan secara mandiri oleh masyarakat. Berbeda dengan Arab Saudi, di mana aparat pemerintah ikut disibukkan dengan prosesi pemotongan hewan kurban. Di sisi lain, tidak semua orang memiliki pengetahuan dan kemampuan mumpuni soal kurban.
Padahal mulai dari pengumpulan hewan sebelum disembelih, sampai distribusi dagingnya harus benar-benar diperhatikan. Proses ini tidak boleh berjalan dengan asal, agar tidak berpotensi menimbulkan penyakit.
Di sisi lain kebutuhan juru sembelih kurban yang handal terus meningkat. Kondisi ini berbanding terbalik dengan jumlah jagal ahli yang tersedia. Inilah yang menjadi latar belakang diadakannya acara Bincang Qurban “Talkshow Manajemen Qurban dan Pelatihan Qurban”, Minggu (4/9) di Ruang Utama Masjid Salman ITB. Acara yang masuk ke dalam rangkaian Bandung Adha Fest 2016 ini bertujuan untuk menyosialisasikan bentuk manajemen kurban yang baik pada masyarakat, khususnya mahasiswa.
“Sekarang mahasiswa untuk bagian kurban jarang, kecuali kalau dia aktif di masjid,” tutur Ketua Panitia Bandung Adha Fest 2016, Bagus Putra, melalui release yang dikirimkan ke Republika.co.id, Rabu (7/9).
Proses kurban dari tempat pengumpulan hewan sampai distribusi daging di Indonesia, ia nilai masih tidak profesional. Masjid-masjid yang diamanahi sebagai tempat sekaligus pelaksana penyembelihan pun kerap tidak dilengkapi sarana dan prasarana yang mumpuni. Lebih lanjut, sedikitnya jumlah SDM yang mampu melangsungkan prosesi ini juga menjadi kendala tersendiri.
“Harapannya peserta bisa membuka pelatihan di tempat masing-masing,” tambahnya.
Hari Raya Idul Adha merupakan hari raya utama umat Muslim. Salah satu ritualnya, yakni ibadah kurban, merupakan wujud dari prinsip tauhid. Di mana manusia mengorbankan hal yang sangat dicintai demi Allah. Mengingat dalam dan pentingnya makna kurban, seyogyanya ibadah kurban dilaksanakan dengan sistem manajemen yang baik.
Hal ini diutarakan oleh Dewan Pakar YPM Salman ITB Samsoe Bassaroedin, narasumber acara Bincang Qurban. “Tauhid itu perlu diwujudkan, (makanya) itu butuh manajemen,” tuturnya.
Dahulu, permintaan hewan kurban tidak sebanyak sekarang. Namun sekarang, penjagal dan pengumpul hewan kurban bisa menangani puluhan ribu hewan dalam jangka waktu bersamaan. Hewan-hewan kurban yang sedemikian banyaknya itu sering dikumpulkan dalam satu tempat, dan sering pula tidak dirawat dengan layak. Hal ini dikhawatirkan dapat menimbulkan penyakit. Inilah mengapa manajemen yang baik sangat dibutuhkan.
“Masih mending kalau penyakit itu menular di antara hewan. Tapi bagaimana kalau menular dari hewan ke manusia?” tutur drh. Arif Hidayat, Kabid Kesmavet Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, yang juga menjadi narasumber.
Untuk itu, penjual hewan mesti menghargai prinsip kesejahteraan hewan. Prinsip tersebut di antaranya adalah mendapat cukup makan dan minum, bebas penyakit, dan kondisi lingkungan yang nyaman. Selain itu, hewan juga mesti bebas mengekspresikan perilaku alaminya.
“Rata-rata hewan diikat, kemudian dijatuhkan dengan paksa, diikat di pohon supaya kepalanya mendongak. Itu kan sangat menyiksa,” tambah Arif.
Oleh karena itu, ada aturan standar yang harus dipenuhi. Mulai dari sembelih, sampai distribusi daging. Agar kualitas daging hewan kurban tetap terjaga, Dinas Peternakan rutin mengirim petugas untuk mengecek lokasi-lokasi pengumpulan dan penyembelihan hewan kurban. Dinas Peternakan juga sering melakukan bimbingan teknis pada masyarakat.
“Atas dasar itu pemerintah melakukan penjaminan hewan kurban lewat peningkatan pengetahuan masyarakat. Jadi acara seperti ini sangat bermanfaat,” pungkasnya.
Masjid Salman lewat Pusat Halal Salman ITB sendiri telah menunjukkan kepeduliannya lewat pelatihan juru sembelih halal, awal tahun lalu. Pelatihan yang diselenggarakan bersama Dinas Peternakan Jawa Barat dan Majelis Ulama Indonesia Kota Bandung itu bertujuan untuk menyosialisasikan cara penyembelihan dan penanganan pasca penyembelihan yang halal dan baik.