Jumat 02 Sep 2016 20:01 WIB

Dompet Dhuafa Berikan Bantuan Hukum AILA

Rep: Ratna Ajeng Tejomukti/ Red: Agung Sasongko
Dompet Dhuafa
Dompet Dhuafa

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Dompet Dhuafa menyediakan lembaga bantuan hukum bagi komunitas Aliansi Cinta Keluarga (AILA), yang mengajukan Judicial Review  (uji materi) ke Mahkamah Konstitusi terkait tiga pasal KUHP yang berkaitan dengan LGBT. Dompet Dhuafa telah mendampingi  AILA sejak mengajukan uji materi hingga berjalannya persidangan.

Divisi Pusat Bantuan Hukum Dompet Dhuafa Evi Risna Yanti  mengatakan, Dompet Dhuafa berusaha untuk memfasilitasi 12 orang yang mengajukan uji materi mengenai tiga pasal KUHP Pasal 284, Pasal 285, dan Pasal 292 KUHP.

Mereka meminta agar pasal-pasal tersebut dilakukan perluasan cakupan perzinaan, dari hanya pasangan perkawinan menjadi hubungan dengan siapa pun. Selain itu, homoseksual haruslah dilarang tanpa membedakan batasan usia korban, baik belum dewasa maupun sudah dewasa. Mereka dapat dikenai maksimal lima tahun penjara.

“Kami belum bisa menargetkan selesainya uji materi mengenai LGBT ini khususnya untuk putusan, tetapi pekan depan menjadi bagian kami untuk mengajukan pihak terkait yang mendukung uji materi ini,” katanya kepada republika.co.id, Jumat (2/9).

Evi mengajak berbagai kalangan untuk mengajukan diri jika bersedia mendukung sebagai pihak terkait untuk mendukung uji materi tiga pasal tersebut. Untuk saat ini, Dompet Dhuafa bersama 12 orang yang mengajukan uji materi ini berharap putusan Mahkamah Konstitusi berada di pihak mereka.

Meskipun demikian, pihak yang kontra dengan uji materi ini makin bertambah. Kemarin, ada tiga komunitas yang menolak uji materi, dan kemungkinan mereka akan menambah pasukan mereka.

Ketua Aila  Rita Soebagio mengatakan, banyak media nasional dan asing yang telah membentuk pemikiran bahwa uji materi yang diajukan 12 anggota merupakan bagian dari kriminalisasi LGBT. Padahal, sebenarnya tujuan uji materi ini adalah untuk ketahanan keluarga karena LGBT sangat mengancam keluarga.

“Ketika membahas LGBT, tidak terlepas dari feminisme dan konsep gneder,” katanya saat berkunjung ke Kantor Republika, Jumat (2/9). Menurut Rita, hampir seluruh ormas sepakat menolak LGBT tumbuh di Indonesia. Tetapi, masih banyak yang berbeda pendapat terkait feminisme dan konsep gender.

Padahal, tumbuhnya LGBT berakar dari analisis feminisme dan konsep gender. “Barat membuat teori gender untuk membagi jenis kelamin tidak hanya pria dan wanita tetapi juga jenis kelamin yang lainnya dan bukan hanya emansipasi,” katanya.

Rita berharap media Islam dan pendukung gerakan menolak LGBT ini bersatu. Sehingga umat paham mengenai penyakit masyarakat yang dapat merusak anggota keluarganya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement