Ahad 14 Aug 2016 10:07 WIB

Adi Sasono,'The Most Dangerous Man', BJ Habibie, dan Nalar yang Sehat

Mantan Menteri Koperasi dan UKM Adi Sasono memotong nasi tumpeng dengan didampingi istrinya Mala Maria Adi Sasono saat perayaan hari kelahirannya yang ke-70 serta peluncurkan buku
Foto:
Reformasi 1998

Kepala saya cenat cenut. Saya tergolek lunglai di kursi. Lamat-lamat terdengar ada bisikan. “Apa beda politisi dan negarawan? Negarawan itu berkorban untuk bangsa. Politisi? Negera jadi korban”.

Kini teringat pernyataan Kwik Kian Gie: “Negeri ini dibangun dengan hilangnya nalar sehat”. Duuuh pertanyaan berlanjut di diri saya : “Jika begitu, politisi yang korbankan negara tak beda dengan pejabat yang sembrono. Sama juga pengusaha serakah”. Waaah, pikiran saya makin berkecamuk. Karena ingat lagi pernyataan Mahatma Gandhi: “Bumi ini cukup untuk tujuh generasi. Tapi tidak cukup untuk tujuh pengusaha serakah”.

Astaghfirullah saya jadi ingat pesan Rasulullah SAW: “Sudah dikasih satu gunung emas, ingin meraih gunung emas yang lain”. Serakah, oooh serakah. Negara benar-negara telah jadi korban.

Tiba-tiba nafsu saya menyalak: “Bro, kenapa elo mikirin negara. Apa yakin, negara pikirin elo? Emang siapa, looo?” Saya pun megap-megap dihardik nafsu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement