Ahad 14 Aug 2016 10:07 WIB

Adi Sasono,'The Most Dangerous Man', BJ Habibie, dan Nalar yang Sehat

Mantan Menteri Koperasi dan UKM Adi Sasono memotong nasi tumpeng dengan didampingi istrinya Mala Maria Adi Sasono saat perayaan hari kelahirannya yang ke-70 serta peluncurkan buku
Foto:
Mantan Wakil Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim (kiri), Ketua DPD Irman Gusman (tengah) dan Ekonom Adi Sasono (kanan) saat akan mengikuti Dialog Bersama Anwar Ibrahim di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jumat (2/5).

Saat krisis moneter (krismon) 1998 itu masa kisruh. Begal di siang bolong jadi momok. Penjarahan jangan tanya. Harga barang membubung. Itu pun jika ada barang. Yang punya uang amankan diri. Yang tak punya, mainkan diri caricari apa yang bisa diambil.

Saat itu BJ Habibie naik jadi presiden. Hanya karena dia wapres yang jadi presiden, Habibie jadi bulan-bulanan. Media cetak yang tak sejalan, matikan Habibie. Berita-beritanya penuh provokasi. Ada headline jika tak keliru tertulis: High Tech vs Lo Tek. Perhatikan kata low tech ditulis lo tek, nama makanan Sunda. Pesawat yang diagung-agungkan, cuma ditukar dengan beras Thailand. Itu sindirannya.

Padahal Habibie yang dikerjai itu, undur dari presiden tinggalkan jejak monumental. Dollar US dari Rp 16 ribuan, turun ke Rp 6 ribuan. Jika Habibie tuntaskan masa presidennya, apa yang bakal terjadi? Sekarang bertengger di angka Rp 13 ribu saja dianggap prestasi.

Mas Adi yang jadi Mekop UMKM gunakan wewenang. Sebab harga barang gila-gilaan. Ini masa edan. Guna bantu masyarakat, minyak curah jadi salah satu kiat operasi pasar. Lantas KUT (Kredit Usaha Tani) Rp 5.4 triliun digelontor ke masyarakat. Tapi tampaknya KUT mengguncang. Siapa yang diguncang? Di rakyat mah rasanya tidak.

Bahwa terjadi kebocoran jamak. Bawa beras berkarung-karung dari gudang ke toko, lumrah ada buliran beras tercecer. Apalagi di negeri nan indah ini, tapi korupsinya terjadi berpuluh-puluh tahun, terlembaga, dan sistematis.

KUT dianggap gagal. Beberapapelaku yang simpangkan sudah dibui. Banyak orang seberang tak terima. Katanya uang dihambur-hamburkan untuk masyarakat. Tiba-tiba nama Adi Sosono jadi buah bibir di beberapa negara. Sebab wajahnya terpampang di hard cover sebuah majalah luar negeri. Entah apa maksud dengan gelari dirinya sebagai 'The Most Dangerous Man.'

Nah bandingkan KUT dengan gelontoran lain di era krismon itu. Di kamar sebelah ada BLBI (Bantuan Likuiditas BI) Rp 600-an triliun tahun 1998. Dengan bunga 10 persen per tahun, berarti di 2016 sudah 18 tahun. Singkatnya pokok + bunga = Rp 600 triliun + Rp 1.000 triliun. Maka penerima BLBI musti kembalikan total jenderal Rp 1.600 triliun.

BLBI guncang negara. Tapi bagi orang-orang tertentu tidak. Atau tak peduli tepatnya. Indonesia benar-benar terpasung. Habibie yang turunkan dollar, ditolak kinerjanya. Sedang rupiah sekarang lemah syahwat, turun ke Rp 12 ribu pun termehek-mehek. KUT yg cuma Rp 5.4 triliun dianggap hambur-hamburkan uang dan bermasalah besar. BLBI?

Jadi kalau menggelontorkan dana KUT 5,4 t Mas Adi langsung digelari The Most Dangerous Man',  nah bagaimana lagi kalau Mas Adi juga ikut menggelontorkan dana dengan jumlah setara BLBI? Gelar apalagi yang disematkan para media asing kepada beliau?

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement