REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Mudik telah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia jelang Idul Fitri. Di tengah hiruk pikuk perjalanan mudik Islam meringankan mereka yang menjadi musafir dalam menunaikan kewajiban ibadah termasuk shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.
Tetapi bagi sebagian orang macet dan lamanya perjalanan tidak menghalangi mereka untuk tetap menjalankan puasa dan shalat lima waktu baik dengan jama ataupun shalat tepat waktu dengan berhenti di masjid atau mushala setiap waktu shalat tiba.
Retno Windarti (37 tahun) merupakan warga Surabaya yang bekerja di Bogor. Setiap tahun menjelang lebaran dia selalu mudik menggunakan kereta.
“Aku naik kereta Kertajaya lebaran ini dari Stasiun Senen, berangkat tadi pagi pukul 06.00 WIB, biasanya waktu perjalanan 12 jam kalau kereta lancar,” ujar dia kepada Republika.co.id, Kamis (30/6).
Setiap mudik, dia tidak pernah melewatkan puasa dan shalat lima waktu. Selama 12 jam, dia melaksanakan shalat zuhur dan shalat ashar diatas kereta.
“Aku shalat saja sambil duduk, nggak dijama, kalau puasa, kalau waktu buka puasa masih diatas kereta yang buka puasa, ini sudah bawa takjil dari rumah, tapi biasanya di kereta ada restoran yang jual makanan,”jelas dia.
Sementara itu Handy Mumpuni (40 tahun) warga Cibinong mudik ke Jember pun menggunakan kereta. Dia memilih untuk menjama shalatnya karena turun stasiun biasanya masih waktu ashar.
“Kemarin saya sampai Stasiun Pasar Turi masih ada waktu ashar, jadi saya jama shalat Dzuhur dan Ashar-nya, karena saya masih harus menginap semalam untuk melanjutkan perjalanan kereta pagi,baru mencari masjid atau mushala untuk shalat wajib selanjutnya,” jelas dia.