REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Seorang ulama senior Syiah di Najaf, Irak, Ayatollah Muhammad Is'haq Fayadh, mengatakan, Muslim tidak boleh tidak berpuasa di bulan Ramadhan, kecuali ada ancaman nyata virus corona. Ia mengeluarkan fatwa yang mengatakan puasa di bulan suci adalah kewajiban bagi umat Islam.
"Karena itu, melewatkannya hanya karena beberapa rekomendasi umum tidak diperbolehkan kecuali ada ancaman nyata bersentuhan dengan virus tersebut, serta yang memiliki kondisi fisik tertentu atau dalam panggilan tertentu," kata Ayatollah Fayadh, dilansir di Abna 24, Jumat (17/4).
Fayadh melanjutkan, mereka yang dalam pengecualian tersebut, di antaranya yang tidak dapat melakukan tindakan pencegahan seperti mengenakan masker dan sarung tangan. Atau bertempat tinggal jauh dari orang lain dan memiliki kondisi kerja yang berat dan ada kemungkinan besar puasa akan menyebabkan mereka terinfeksi dengan virus corona atau hanya dapat berpuasa dengan aman pada hari tertentu.
Dalam kasus seperti itu, Fayadh mengharuskan seseorang untuk berkonsultasi dengan dokter tentang kondisinya sehingga dapat memutuskan apakah bila puasa dapat membahayakan kesehatan atau tidak. Jika memang disarankan tidak berpuasa, ia menekankan tidak makan dan minum di luar rumah sehingga dapat terlihat orang lain.
"Semoga pandemi ini segera diberantas di seluruh dunia dan mereka yang terinfeksi penyakit ini akan cepat pulih," ujarnya.
Ramadhan akan dimulai pada 24 atau 25 April tahun ini, tergantung pada penampakan bulan sabit. Pandemi virus korona yang berasal dari Wuhan, China, akhir tahun lalu, telah menginfeksi lebih dari dua juta orang di seluruh dunia dan menewaskan hampir 135 ribu.