REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Saat ini banyak restoran dan gerai-gerai makanan yang diminati kaum Muslim namun belum jelas kehalalannya.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah mengatakan Bread Talk, JCO, Hanamasa, dan Sate Senayan adalah contoh kecil dari gerai restoran yang belum bersedia melakukan sertifikasi halal sesuai amanat Undang-Undang No 33 tahun 2013.
"Bahan baku untuk membuat roti, donat, biskuit adalah gandum yang halal dan thoyib, akan tetapi kita tidak pernah tahu apa bahan campuran (bahan pembantu) yang digunakan itu halal atau tidak," ujarnya kepada Republika.co.id, baru-baru ini.
Misalnya, kata Ikhsan, ketika mencampurkan butter atau bumbu, apakah bahan tersebut halal? Para pelaku usaha wajib mendeklarasikan kepada konsumen kalau produknya halal atau tidak halal sehingga jelas ada jaminan.
Demikian juga restoran. Ayam, daging sapi dan ikan sangat jelas adalah bahan yang halal dan thoyib. Akan tetapi manakala bumbunya menggunakan unsur yang tidak halal misalnya arak Cina atau alkohol, maka ayam, daging dan ikan tersebut menjadi tidak halal.
Belum proses memasaknya harus jelas. Apakah alat masaknya tercampur dengan alat masak yang digunakan untuk memasak bahan-bahan non halal atau tidak.
Di sinilah perlunya kejelasan dengan pencantuman lebel sesuai peraturan pemerintah tentang Pelabelan atau Sertifikat Halal.
"Atau labeli dengan keterangan barang haram sehingga konsumen khususnya umat Islam yang sedang menjalankan puasa Ramadhan diberikan jaminan dan kenyamanan bahwa produk yang digunakan, makanan dan minuman yang dikonsumsinya telah jelas kehalalannya," ujar Ikhsan. Inilah inti dari amanat UU Jaminan Produk Halal, yang telah diundangkan pada September tahun 2014.