Ahad 12 Jun 2016 19:15 WIB

Jangan Diamkan Kasus Kekerasan Rumah Ibadah di Bireun

Rep: eko supriyadi/ Red: Muhammad Subarkah
Pembangunan masjid   (ilustrasi).
Foto: Republika/Tahta Aidilla
Pembangunan masjid (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA --Aksi kekerasan yang menimpa pengurus Mesjid Muhammad di Dusun Teungoh, Gampong Keudee Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireun, yang sudah dilaporkan kepada kepolisian setempat, agar segera ditindaklanjuti. Aparat penegak hukum tidak membiarkan kasus ini berlalu begitu saja tanpa ada penegakan hukum terhadap pelaku.

Anggota Komisi III DPR, Muslim Ayub meminta, kepolisian Bireun harus bekerja sungguh-sungguh dengan tidak mendiamkan laporan yang diterima. “hukum harus ditegakkan. Laporan yang sudah disampaikan harus segera diproses dan ditindaklanjuti sampai tuntas. Ini untuk membuktikan bahwa hukum ada, dan aparat kepolisian di daerah ini bekerja dengan sungguh-sungguh” kata Muslim, dalam keterangan persnya, Ahad (12/6).

Keributan dan kekerasan di rumah ibadah karena perbedaan tatacara beribadah semakin sering terjadi di Aceh. Sekelompok masyarakat mengatasnamakan faham agama tertentu, merebut masjid dan memaksakan tatacara beribadah sesuai dengan faham yang mereka bawa. Jika tidak, pengurus masjid diusir.

Menurut Muslim, ini bukan aksi spontan, tetapi sudah terencana. Anehnya, pemerintah daerah diam saja, bahkan MPU pun tidak bersuara.

 

Anggota Dewan asal Aceh ini menduga, sekelompok elit politik lokal sedang memainkan isu agama dengan membenturkan mempersoalkan faham keagamanan dikalangan umat. “lihat saja, tiba-tiba isu wahabi dimunculkan secara massif terhadap setiap orang yang dianggap berbeda tatacara beribadahnya. Padahal isu ini sudah begitu lama tidak ada di Aceh” ujarnya.

Ia menilai, sudah begitu lama umat Islam di Aceh beribadah dengan nyaman dan aman, meski berbeda faham atau mazhab. Peristiwa yang terjadi di Mesjid Muhammad, Dusun Teungoh, Gampong Keudee Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireun ini, semakin menambah panjang daftar kekerasan.

Muslim melihat, sejauh ini aparat kepolisian belum terlihat melakukan tindakan hukum secara tegas. Akibatnya. peristiwa serupa kembali terulang. Tidak menutup kemungkinan, kejadian yang lebih dari ini bisa terjadi, jika kepolisian tidak bersikap tegas.

Menurut salah seorang anggota Pengurus Pusat Muhammadiyah ini, peristiwa kekerasan yang menimpa dua pengurus masjid Muhammad tersebut merupakan rangkaian kejadian sebelumnya. Sekelompok warga menolak pembangunan Masjid Muhammad dengan alasan yang tidak jelas.

Mereka melakukan intimidasi dan ancaman terhadap pengurus jika pembangunan diteruskan dan melakukan ibadah di dalamnya. Bahkan sudah ada semacam maklumat untuk menolak melanjutkan pembangunan rumah ibadah tersebut. “Ini kan cara-cara yang tidak Islami. Melarang membangun rumah ibadah tanpa alasan yang jelas, adalah pelanggaran hukum. Apalagi dilakukan dengan cara kekerasan,'' ujarnya.

Kekerasan yang terjadi pada Ahad (5/6) lalu itu, dilakukan sekelompok orang terhadap Hilman dan Tgk Saifuddin, yang merupakan pengurus Mesjid Muhammad. Sore hari menjelang magrib tiga orang warga desa setempat masuk ke masjid dan duduk di shaf depan, belakang tempat imam.

Tanpa seijin pengurus, langsung membaca al-quran dan ketika masuk hendak masuk waktu magrib, mengambil alat pengeras suara untuk melakukan azan. Keinginan itu dicegah pengurus, karena yang bertugas untuk azan dan menjadi imam sudah ditentukan. Sehingga, terjadi pertengkaran dan rebutan alat pengeras suara serta saling darong sampai ke luar masjid.

Di luar dua pengurus masjid ini dikeroyok dan dilempar dengan batu sampai mengeluarkan darah. Salah seorang dari pengurus berhasil melepaskan diri dari pegangan dua pelaku, kemudian mengejar seorang pelaku lain yang melakukan pelemparan. Di tengah pengejaran, pelaku terjatuh dan kepalanya mengenai beton saluran irigasi dekat sawah dan mengeluarkan darah. Kedua kawan pelaku membawanya ke RSUD dr. Fauziah Bireun.

Melihat rangkaian kejadian ini, maka tidak ada alasan bagi Polres Bireun untuk memperlambat apalagi sampai mendiamkan kasus ini. “harus ada sanksi hukum bagi pelaku. Sehinga ini diharapkan bisa memberikan efek jera sekaligus peringatan bagi yang lain yang hendak melakukan hal yang sama” ujar politisi PAN itu.

Membiarkan kasus ini tanpa penanganan hukum, sama saja artinya Polres Bireun, mengamini cara-cara kekerasan yang dilakukan warga. Bahkan ikut memelihara potensi konflik antarumat seagama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement