REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- International Summit Of Moderate Islamic Leaders (ISOMIL) yang diadakan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) telah selesai. Konferensi tersebut menghasilkan 16 deklarasi Nahdlatul Ulama (NU).
Ketua Umum PBNU, KH Said Aqil Siraj membacakan langsung deklarasi NU saat acara penutupan ISOMIL, di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (10/5). "Kita sudah mencapai akhir pertemuan. Deklarasi NU sebagai ringkasan apa yang dibahas dalam konferensi ini," kata Said.
Ia mengatakan, poin dalam deklarasi NU merupakan hasil konsultasi dari para ulama yang hadir. Selain itu, para ahli juga banyak dilibatkan.
Menawarkan Islam Nusantara sebagai Islam yang layak diteladani antara lain dari 16 deklarasi NU. Agama, kata Said, menyumbang kepada peradaban dengan menghargai budaya yang telah ada dan mengedepankan perdamaian.
Kedua, NU tidak bermaksud mengekspor Islam Nusantara ke kawasan lain. Namun, NU akan mengajak komunitas muslim lain mengingat sejarah kedinamisan Islam yang lahir dari pertemuan antara ajaran Islam dengan budaya.
Ketiga, Said menegaskan, Islam Nusantara bukan agama atau mazhab baru. Namun hanya pengejewantahan Islam yang berkembang pada budaya Nusantara.
Selain itu, Islam Nusantara juga tidak bertentangan dengan syari'at Islam. Keempat. Dalam Islam Nusantara berpandangan tidak adanya pertentangan antara agama dan kebangsaan.
Kelima, Said melanjutkan, Islam Nusantara juga tidak meminta agara pengikutnya agar menaklukkan dunia. Tetapi mendorong menyempurnakan akhlak.
Keenam, Islam Nusantara teguh mengikuti ajaran dan nilai Islam yang mendasar. Said mencontohkan, nilai tawassuth, tawaazun, tasaamuh, dan i'tidaal.
Selanjutnya yang ketujuh, NU juga prihatin atas maraknya ekstrimisme agama di dunia. Termasuk konflik yang terjadi di Timur Tengah.
Disamping itu, model penafsiran Islam, kata Said, merupakan faktor paling berpengaruh dalam penyebaran ekstrimisme agama di kalangan umat Islam. Hal itu merupakan poin deklarasi NU ke delapan.
Kemudian, kesembilan, NU berpandangan dalam dekade ini, negara di Timur Tengah telah mengeksploitasi perbedaan keagamaan. Namun, tidak mempertimbangkan akibatnya secara luas.
Penyebaran ekstrimisme agama dan terorisme, tutur Said, merupakan poin ke 10 yang berperan menciptakan Islamofobia di kalangan non-Muslim. Selanjutnya yang ke 11, Said mengatakan, negara Timur Tengah mendasarkan legitimasi politik dari tafsir keagamaan yang mendasari untuk menggerakkan teror.
Ada beberapa penyebab lain yang ikut menyumbang berkembangnya ekstrimisme agama dan teroris yaitu ketidakadilan ekonomi dan politik. Hal tersebut merupakan poin ke 12 dari deklarasi NU.
Kendati demikian, NU juga meminta konflik yang terjadi di Timur Tengah tidak boleh menunggangi dari kepentingan. NU, kata Said, mendesak pemerintah mengambil peran aktif dalam penyelesaian konflik Timur Tengah.
NU juga menyeru kepada siapapun agar tidak mempolitisasi Islam. NU juga mengajak tidak memarjinalkan orang yang akan mengekspolitasi Islam. NU juga akan mengkonsolidasikan masyarakat Ahlusunnah wal Jama'ah memperjuangkan kemaslahatan umat.
"Nahdlatul Ulama Siap membantu dalam upaya ini," Said menegaskan.