Kamis 05 May 2016 13:42 WIB
Moro, Kisah Minoritas Muslim di Tengah 'Negeri Katolik' (1)

Moro, Muslim Filipina Riwayatmu Ini

Rutinitas Muslim Filipina
Foto:
Muslim Mindanao menggelar shalat berjamaah dekat Istana Presiden Filipina di Manila, saat berunjuk rasa menuntut kemerdekaan Bangsa Moro.

Kelompok-kelompok Muslim juga berbeda dalam hal pekerjaannya. Orang Maguindano bertanam pada di sawah.  Sedangkan orang Mindano bertanam padi dan jagung di pegunungan; mereka juga dikenal sebagai pengrajin kuningan dan tenunan. Sebagai pedagang yang gigih, mereka dapat dijumpai menjual barang dagangannya hampir di seluruh penjuru Filipina.

Kebanyakan orang Iranum adalah petani di samping ada beberapa orang yang menjadi nelayan. Orang Tausug yang tinggal di pedalaman pulau Jolo adalah petani, sebaliknya orang Tausug pesisisr dan samal adalah nelayan dan pedagang barter.  Orang Yakan dari Pulau Basilan bertanam padi di pegunungan dan palawija, tetapi jarang sebagai nelayan. Sedangkan orang Yakan yang tinggal di pesisir pulau menjadi nelayan. Orang Kalagan adalah pedagang dan nelayan.

Sebaliknya orang-orang Tagalog Islam melakukan urbanisasi secara besar-besaran: sebagian adalah tenaga profesional, pegawai kantor, sebagian pekerja pabrik. Bagaimanapun di daerah-daerah Muslim yang utama, pekerja pabrik jarang, karena hanya sedikit –kalau memang ada – pabrik maupun industru serupa.

Kelompok-kelompok Islam secara mencolok berbeda dalam menjalankan tradisi kebudyaan dan hukum (adat) yang beberapa di antaranya terbentuk sebelum kedatangan Islam. Namun biasanya kelompok tersebut memiliki struktur sosial yang serupa.

Sepanjang sejarah mereka, struktul sosial maupun politik ini didasarkan pada sistem datu yang juga, seperti ada, sebuah lembaga masa pra Islam. Datu adalah penguasa lokal atau kecil, atau pangeran muda dengan kekuasaan eksekutif dan militer. Dengan datangnya Islam beberapa  gelar datu berganti menjadi gelar Sultan.

Pada abad-abad yang lampau, kelompok-kelompok Islam secara tunggal membentuk kesatuan-kesatuan politik yang bebas atau beberapa kelompok bergabung untuk membentuk berbagai kekuatan politik. Kadang-kadang di antara mereka terjadi pertempuran maupun persaingan ekonomi. Tetapi ketikatimbul ancaman bahaya umum dari luar, mereka biasanya bekerja sama dalam pertahanan militer.

Kini, bagaimanapun, perkawinan antar kelompok juga meningkat di kalangan kelas-kelas sosial launnya, karena teknologi moderen telah membuat transportasi dan komunikasi lebih mudah. Sebelumnya Manila, sebagai pusat pendidikan dan ibu kota negara, sering merupakan satu-satunya sumber kontak antara anggota-angota kelompok berbeda.

Namun, tanpa menghiraukan perbedaan-perbedaan mereka, semua orang Islam Filipina menganggap diri mereka sendiri -- dan mengidentifikasikan satu sama lain -- sebagai orang Islam. Mereka terus menerus menyadari bahwa agama mereka berbeda dengan agama-agama orang Filipina lainnya. Mereka tidak teranggu dengan ucapan orang Islam asing, yang menyatakan kebiasaan mereka tidak murni Islam.

Semua ornag Islam filipina mengakui satu sama lain sebagai anggota dari komunitas agama yang lebih luas, yang melampui batas-batas kebahasaan, rasial, kesukuan, dan nasional. Mereka berdoa bersama di dalam dan di luar masyarakat mereka. Tanpa menghiraukan tingkat partisipasi mereka dalam urusan nasional atau kewarganegaraan, atau dalam lembaga-lembaga dan organisasi-organisasi lainnya, sumber utara identitas mereka adalah Islam.

Semua ini  adalah identitas yang telah dibentuk oleh kekuatan sejarah dari akhir abad ke-14 dan telah dibahayakan: namun kemudian diperkuat oleh peristuwa-peristiwa dramatis, kerusuhan, dan pertempuran yang tragis pada awal abad hingga pertengahan abad ke 20.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement