Rabu 13 Apr 2016 16:31 WIB

Dari Keluarga, Anak Mengenal Nilai-Nilai Agama

Siswa Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Seruni Indah belajar di bangunan majelis taklim swadaya masyarakat, Kalijodo, Jakarta, Selasa (16/2).
Foto:
Seorang anak Pakistan berdoa diantara deretan piring berisi buah yang disumbangkan untuk jamaah yang hendak berbuka puasa di sebuah masjid di Karachi, Pakistan, Sabtu (21/7). (Shakil Adil/AP)

Berdasarkan hal tersebut, maka bentuk dan sifat agama pada diri anak dapat dibagi dua bagian besar yaitu:

Pertama, Unreflective. Dalam penelitian Machion tentang sejumlah konsep ke-Tuhanan pada diri anak, 73 persen mereka menganggap Tuhan itu bersifat seperti manusia. Kebenaran yang mereka terima tanpa kritik dan tidak mendalam sehingga cukup sekedarnya saja dan merekka sudah merasa puas dengan keterangan yang kadang-kadang kurang masuk akal.

Meski demikian, pada beberapa anak memiliki ketajaman pikiran untuk menimbang pendapat yang mereka terima dari orang lain. Sebagai contoh Seorang anak perempuan diberitahukan tentang doa yang dapat menggerakkan sebuah gunung.

Berdasarkan pengetahuan tersebut, maka pada suatu kesempatan anak itu berdoa selama beberapa jam agar Tuhan memindahkan gunung-gunung yang ada di daerah Washington ke laut. Karena keinginannya itu tidak terwujud, maka semenjak itu ia tak mau berdoa lagi.

Contoh di atas sudah menunjukkan bahwa anak kritis walau bersifat sederhana. Menurut penelitian, pikiran kritis baru timbul pada usia 12 tahun sejalan dengan pertumbuhan moral. Di usia tersebut, bahkan anak kurang cerdaspun menunjukkan pemikiran yang korektif. Disini menunjukkan bahwa anak meragukan kebenaran ajaran agama pada aspek-aspek yang bersifat konkret.

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement