Oleh: Muhammad Fahri
REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Keberhasilan adalah hal yang sangat membahagiakan. Orang yang berusaha pastilah mendambakan sebuah keberhasilan. Seseorang yang sedang menuntut ilmu (thalab al-ilmi) menginginkan keberhasilan dalam belajarnya. Seorang petani yang sedang menanam padi mengharapkan panen yang sangat melimpah. Seorang yang sedang ditimpa cobaan ataupun musibah pastilah menginginkan keberhasilan dalam melewati musibah maupun cobaan tersebut.
Kita bisa belajar dari kisah Nabi Ayub AS yang diberi cobaan oleh Allah berupa penyakit. Kemudian, beliau menyeru kepada Sang Khalik, "Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan yang Maha Penyayang di antara semua Penyayang". (QS 21:83). Karena kesabarannya maka Allah memperkenankan seruan Nabi Ayub AS. Kemudian, Allah SWT melenyapkan penyakit yang ada padanya dan Allah kembalikan keluarganya, bahkan Allah lipat gandakan jumlah mereka sebagai suatu rahmat dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah.
Kita juga bisa mengambil ibrah dari kisah Nabi Zakaria AS tatkala ia berdoa kepada Allah SWT dengan suara yang lembut. "Wahai Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada Engkau, wahai Tuhanku, sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku". (QS 19: 4-5). Yaitu, orang-orang yang akan mengendalikan dan melanjutkan urusan sepeninggalnya.
Saat itu, Nabi Zakaria AS mengkhawatirkan kalau mereka tidak dapat melaksanakan urusan itu dengan baik karena tidak seorang pun di antara mereka yang dapat dipercayainya. Nabi Zakaria AS pun meminta dianugerahi seorang anak sedangkan istrinya adalah seorang yang mandul. Kemudian beliau berdoa, "Wahai Tuhanku, janganlah Engkau membiarkan aku hidup seorang diri dan Engkaulah waris yang paling baik".(QS 21: 89). Berkat kesabaran dan ketawakalannya maka Allah mengabulkan doa Nabi Zakaria dengan memberikannya keturunan, yaitu seorang anak laki-laki bernama Yahya, padahal ia sudah tua renta dan istrinya pun sudah divonis mandul.
Dari kisah di atas dapat diambil benang merah bahwa para nabi tersebut dapat melewati cobaan maupun ujian dari Allah dengan tiga kunci. Hal ini termaktub dalam surah al-Anbiyâ (21) ayat 90, "Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan-perbuatan yang baik dan mereka berdoa kepada Kami dengan harap dan cemas dan mereka adalah orang-orang yang khusyuk kepada kami." (QS al-Anbiya: 90).
Pertama, berusaha optimal. Usaha merupakan langkah awal menuju keberhasilan. Usaha juga merupakan tolok ukur sebuah keberhasilan. Semakin keras usahanya maka akan semakin dekat menuju keberhasilan. Bukankah Allah tidak akan mengubah suatu kaum hingga kaum tersebut berusaha mengubah ke arah yang lebih baik? Artinya, ketika kita menginginkan keberhasilan dalam sesuatu maka usaha maksimal nan optimal adalah mutlak dilaksanakan.
Kedua, berdoa paripurna. Doa merupakan penguat usaha yang dilakukan. Usaha yang optimal tidak akan kuat tanpa diikat oleh doa. Hendaknya kita berdoa secara paripurna, yaitu dengan penuh harap dan cemas. Meyakini bahwa Allah akan mengabulkan doa yang kita panjatkan. (QS al-Baqarah [2]: 186).
Ketiga, bertawakal penuh. Berusaha dan berdoa harus dibarengi dengan sebuah ketawakalan. Tawakal merupakan wujud ketauhidan kita kepada Allah SWT. Allahlah yang menentukan segala sesuatunya sehingga ketika kita mengalami kegagalan maka kita akan dapat berlapang dada. Karena, semuanya berasal dari Allah dan akan kembali kepada-Nya. Wallahu a'lam.