REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Runtuhnya kekuasaan politik Islam, Turki Ottoman pada Abad ke-20 berpengaruh pada dunia Islam. Situasi di wilayah kesultanan yang demikian luas itu mengalami perubahan signifikan.
Satu per satu negara Arab terpecah dan berada di pangkuan penjajah. Kesultanan Ottoman pada 1918 dikalahkan oleh Inggris dan Prancis. Bernard Lewis dalam bukunya yang berjudul Krisis Islam menjelaskan, Konstantinopel yang merupakan ibu kota kesultanan diduduki, penguasanya dipenjarakan, dan sebagian besar wilayahnya dibagi-bagi oleh kerajaan Inggris dan Prancis yang menjadi pemenang dari perang tersebut.
Provinsi-provinsi bekas Kesultanan Ottoman yang berbahasa Arab di wilayah Fertile Crescent (bulan sabit subur) dibagi menjadi tiga wilayah baru dengan nama dan perbatasan yang baru. Dua di antaranya adalah Irak dan Palestina yang berada di bawah mandat Inggris dan wilayah yang ketiga bernama Suriah diserahkan kepada Prancis.
Kemudian, Prancis membagi mandat mereka menjadi dua; satu wilayah bernama Lebanon dan sisanya tetap menggunakan nama Suriah. Inggris juga melakukan hal yang sama di Palestina dengan membuat pembagian antara dua tepian sungai di Yordania.
Nama Palestina tetap dipertahankan dan dipakai untuk bagian barat dengan kata lain bagian Cisyordania dari negara tersebut.
Dunia Islam semakin terpecah belah atas sejumlah negara dan dinasti yang kurang stabil, kegiatan cendekia (intelektual) mulai mengalami kemunduran dan akhirnya sebagian besar dunia Islam tunduk kepada berbagai negara yang dikuasai oleh orang yang tidak menganut agama Islam, entah karena dijajah oleh negara Eropa Barat dan Tengah atau akibat dicaplok oleh kekaisaran besar, seperti Rusia dan Cina.