Rabu 16 Mar 2016 07:04 WIB

Tiga Makna Jihad

Kaus anak ibu asal Prancis yang bertuliskan 'Jihad'.
Foto:

Musuh nyata di sini, di samping perang, juga berarti semua tantangan yang dihadapi oleh umat Islam, semisal memerangi kemiskinan, kebodohan serta keterbelakangan.

Kemudian, bagaimana syariat dan hukum jihad? Seperti dikutip dari situs asy-syariah online, dalam persoalan jihad, terbagi dalam dua keadaan: keadaan pada masa kenabian, dan keadaan setelah masa kenabian.

Para ulama sepakat bahwa disyariatkannya jihad pertama kali ialah setelah hijrah Nabi SAW dari Makkah ke Madinah. Namun setelah itu muncul perselisihan di antara para sahabat tentang hukum jihad, fardhu 'ain atau fardhu kifayah.

Di dalam Fathul Bari, Al-Hafidz Ibnu Hajar ra berkata: "Ada dua pendapat yang masyhur di kalangan para ulama. (Pertama adalah pendapat dari) Al-Mawardi, dia berkata: "(Hukumnya) fardhu 'ain bagi orang-orang Muhajirin saja, bukan selain mereka."

Pendapat ini kemudian dikuatkan dengan wajibnya hijrah atas setiap muslim ke Madinah dalam rangka menolong Islam. (Kemudian) As-Suhaili, dia berkata: "Fardhu 'ain atas orang-orang Anshar saja, bukan selain mereka." Dari dua pendapat di atas diperoleh kesimpulan bahwa jihad menjadi fardhu 'ain atas dua thaifah (kelompok), yakni Muhajirin dan Anshar) dan fardhu kifayah atas selain mereka.

Sebagian lagi berpendapat, jihad hukumnya wajib 'ain dalam peperangan yang di dalamnya ada Rasulullah SAW dan bukan wajib 'ain pada selainnya. Yang benar dalam hal ini ialah, jihad menjadi fardhu 'ain bagi orang yang dipilih (ditunjuk) oleh Rasulullah, walaupun ia tidak keluar ke medan tempur.

 

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement