Rabu 09 Mar 2016 08:57 WIB

Gerhana dan Bencana Ala Stephen Hawking dan Islam

proses gerhana matahari
Foto:
Rangkaian gerhana matahari total diambil dari KM Kelud di perairan Bangka Belitung, Rabu (9/3).

Ketidaktahuan akan cara jalannya alam mebuat orang-orang zaman dahulu menggagas dewa-dewi sebagai penguasa, tiap segi hidup manusia. Ada dewi cinta dan perang, dewa matahari dan bulan, dewa matahari dan bulan, dewa laut dan sungai, dewa hujan dan dan badai petir, bahkan dewa gempa dan gunung berapi.

Ketika dewa-dewi berkenan, umat manusia dianugerahi cuaca baik, perdamaian, dan perlindungan dari bencana alam dan penyakit.

Namun, kala dewa-dewi murka, maka datanglah kekeringan, perang, wabah dan penyakit. Karena hubungan sebab dan akibat di alam tak tampak di mata mereka, maka dewa-dewi tampak tak dapat dipengaruhi dan nasib manusia berada di kehendak mereka.

Tapi sejak kemunculan filsuf Thales dari Miletos (kira-kira 624 SM-546 SM) atau sekitar 2.600 tahun silam, keadaan mulai berubah. Muncul gagasan bahwa alam mengikuti kaidah-kaidah yang konsisten dan bisa dipelajari. Dan dimulailah proses panjang mengenai gagasan kuasa dewa-dewi dengan konsep alam semesta yang diatur hukum, dan tercipta menurut rencana dasar yang kelak dapat kita baca.

Thales dianggap berhasil memprediksi terjadinya gerhana matahari pada 585 SM, walau ketepatannya mungkin hanya tebakan yang mujur. Dia sosok misterius yang tak meninggalkan karyanya sendiri. Rumah Thales menjadi salah satu pusat intelektual di daerah bernama Ionia, yang dikolonisasi bangsa Yunani dan kemudian menyebar pengaruh dari Turki sampai Italia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement