Rabu 02 Mar 2016 06:31 WIB

Menghitung Amal

Timbangan. Ilustrasi.
Timbangan. Ilustrasi.

REPUBLIKA.CO.ID,  Di alam akhirat kelak, Allah SWT akan memperhitungkan amal kita (hisab). Setiap kebaikan sekecil apa pun akan dicatat dan diberi ganjaran dan keburukan sekecil apa pun akan dicatat dan diberi balasan berupa adzab-Nya (QS 99: 7-8).

Dalam ayat lain ditegaskan: ''Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan, jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala)-nya. Dan, cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan (QS Al Anbiya: 47).

Pada Hari Perhitungan (Yaumul Hisab) itu, setiap anggota badan kita akan berbicara dan menjadi saksi atas perbuatan yang kita lakukan, sedangkan mulut kita terkunci. Dengan demikian, di akhirat kelak tidak ada tempat bagi dusta, ketidakjujuran, kepalsuan, kepura-puraan, atau pembantahan.

Hidup di dunia sebentar saja, sekadar mampir sekejap mata. Namun, waktu yang sebentar itu pula yang bisa menjerumuskan seorang anak manusia ke jurang kehinaan dan kecelakaan. Hal itu karena godaan kenikmatan duniawi sangatlah menggiurkan sehingga bisa meluruhkan kekuatan iman.

Allah SWT memang menguji manusia dengan memberikan "hiasan" pada dirinya berupa kesenangan syahwat terhadap wanita, harta benda, dan jabatan. Saat memenuhi hasrat kesenangan itulah manusia sering melanggar batas yang sudah ditentukan Allah SWT. Kelemahan iman, kekeringan rohani dari cahaya kebenaran Islam, dan bisikan setan merupakan penyebab utama manusia terjerumus ke jurang kenistaan dan perbuatan maksiat.

Alquran Surat 59:18 di atas merupakan peringatan sekaligus bimbingan Allah SWT agar kita melakukan introspeksi atau evaluasi diri, merenungkan tentang apa-apa yang telah kita perbuat dan menilai sejauh mana amal yang telah kita kerjakan untuk persiapan sebagai bekal pada kehidupan di akhirat nanti.

Sudah seharusnya, setiap Muslim senantiasa mengingat ayat tersebut dan mengamalkannya dengan sepenuh hati, agar mampu memahami realitas diri. Bagaimanapun, kehidupan akhirat bagi seorang Muslim lebih penting ketimbang kehidupan dunia, sebab alam dunia ini sifatnya fana (binasa) alias tidak kekal, sedangkan kehidupan akhirat adalah abadi (baqa).

Umar bin Khattab pernah mengucapkan kata-katanya yang sangat terkenal: "Haasibu anfusakum qabla antuhasabu" (Hisablah dirimu [amalmu] sebelum kelak engkau dihisab [oleh Allah SWT]). Imam Hasan Al Bashri berkata: "Seorang Mukmin adalah orang yang mampu mengusai dan bermuhasabah terhadap dirinya".

Dengan atau tanpa sadar, kita harus senantiasa mawas diri dan menjaga diri, barangkali kita selama ini terbuai dengan kehidupan dunia, waktu habis untuk memikirkan dan mengejar kesenangan dunia semata, sehingga mengabaikan persiapan dan melupakan bekal untuk kehidupan kelak di akhirat.

Kita mesti sering-sering mengevaluasi amal perbuatan kita: sejauh mana kemusliman kita telah ditunjukkan, sejauh mana keimanan kita telah dibuktikan di hadapan Allah SWT, dan sejauh mana bekal berupa amal saleh telah kita kumpulkan untuk kehidupan akhirat kelak?

sumber : Pusat Data Republika
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement