REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir meminta pemerintah membangun kerukunan umat beragama secara lebih kokoh.
"Aplikasikan undang-undang yang sudah ada agar kita bisa fokus advokasi jika ada kasus (kekerasan keagamaan)," ujar Haedar, Rabu (30/12).
Ia meminta pemerintah menumbuhkan budaya toleran sebagai aktualisasi kehidupan keberagamaan Indonesia.
"Masyarakat Indonesia memiliki modal penting, yakni toleran, rukun, dan damai. Potensi ini tidak boleh hilang karena satu atau dua kasus," ujarnya.
Muhammadiyah mencatat, sepanjang 2015 suasana kehidupan keagamaan cenderung kondusif. Meski begitu, potensi terjadinya ketegangan dan konflik inter atau antarumat beragama masih tinggi.
Muhammadiyah menyebut, kekerasan keagamaan di Tolikara, Singkil, dan beberapa tempat lain serta pertentangan Sunni-Syiah merupakan bukti bahwa toleransi sejati belum menjadi bagian kehidupan keagamaan di tubuh bangsa.
Haedar menilai, jika pemerintah lebih fokus memperbanyak undang-undang dalam isu toleransi, aturan tersebut hanya bersifat normatif.
"Ada rujukan legislasi tapi tidak berfungsi," katanya.
Haedar mengatakan, Indonesia dalam catatan sejarah kerap mampu menyelesaikan masalah toleransi.
"Saya pikir aturan saat ini sudah cukup untuk membangun pluralitas dan kerukunan antarumat beragama," kata Haedar.