REPUBLIKA.CO.ID, BANJARMASIN -- KH Rusdiansyah menjelaskan, masjid ini digagas H Maksid, mantan gubernur Kalimantan Selatan bersama H Hassan Basry dan M Yusi yang keduanya mantan Pangdam X/Lambung Mangkurat, serta ulama, dan tokoh masyarakat pada 1964. Rencana semula, masjid didirikan di atas tanah bekas Hotel Banjar.
Namun, tanah bekas hotel itu dinilai sangat sempit, sehingga atas saran Amir Machmud (waktu itu Pangdam X) dan H Aberani Sulaiman (waktu itu gubernur Kalsel), lokasi masjid dipindahkan ke asrama tentara Pulau Tatas.
"Ada tiga pertimbangan pemindahan, pertama, lokasi pertama terlalu sempit. Kedua, Pulau Tatas sebagai asrama tentara sudah tidak sesuai lagi terletak di pusat kota. Ketiga, keberadaan masjid di tengah kota diharapkan menambah keindahan dan keserasian kota," kata Rusdiansyah.
Selain ketiga alasan tersebut, lanjutnya, tempat tersebut sangat tepat bila ditinjau dari sudut sejarah. Pulau Tatas ini merupakan Fort Tatas atau Benteng milik Belanda setelah melakukan penyerangan ke Banjarmasin pada 1545 dan 1606 Masehi.
Pulau ini dikuasai Belanda karena wilayah ini merupakan pusat lalu lintas perdagangan, pemerintahan, perekonomian, dan industri pembuatan kapal. Pulau Tatas ini memiliki luas kurang lebih 10,5 hektare.