Ahad 29 Nov 2015 21:55 WIB

Laboratorium Agama Egaliter di Yogyakarta

Rep: c 97/ Red: Indah Wulandari
Masjid UIN SUnan Kalijaga
Foto:
Lab Agama UIN Suka

SLEMAN -- Perubahan nama ini memiliki konsekuensi besar terhadap konsep masjid yang lebih baru. Menurut Waryono, pembangunan dan kegiatan yang diselenggarakan di Laboratorium Agama selalu mengacu pada empat hal.

Pertama, inklusif. Masjid terbuka untuk berbagai kalangan umat. Sebagai laboratorium, masjid difungsikan sepenuhnya sebagai tempat mengkaji berbagai pemikiran islam. Termasuk untuk membahas isu-isu hangat seperti Syiah dan Ahmadiyah.

“Kami bahkan sengaja mengajak rekan-rekan dari Syiah untuk berdiskusi. Di sini kami ingin segala persoalan dibahas secara ilmiah,” kata Waryono.

Maka itu, ia mengatakan tidak ada larangan bagi siapapun untuk menginjakkan kakinya di masjid UIN Sunan Kalijaga. Sebab masjid bukanlah tempat untuk satu golongan semata, dan tidak boleh hanya dikuasai oleh aliran tertentu. Laboratorium agama sendiri terbuka bagi siapapun yang ingin belajar Islam, termasuk bagi non-Muslim.

Inklusivitas dari segi bangunan pun semakin terasa dengan kelengkapan fasilitas bagi para penyandang disabilitas. Selain dilengkapi jalur dan tangga khusus untuk kaun difabel, setiap jumat Masjid UIN Sunan Kalijaga selalu menampilkan khotbah multibahasa, yaitu bahasa Arab, Indonesia, dan isyarat.  Bahkan ceramah dengan gaya seperti ini menjadi satu-satunya di Asia Tenggara.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement