Rabu 25 Nov 2015 10:28 WIB

Dakwah di Era Konvergensi Media

Salah satu media sosial, Facebook
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Media Islam

Sebagai contoh, tidak lama setelah sebuah koran di Denmark mempublikasikan karikatur penistaan terhadap Rasulullah SAW, koran-koran Barat lainnya melakukan hal yang sama. Kendala lain yang dihadapi media-media Islam adalah kurang adanya sensitivitas dalam mendakwahkan Islam. Padahal konsumen mereka adalah ummat Islam sendiri yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama yang dianutnya.

Tetapi, bagaimanapun, media massa Islam dan para jurnalis Muslim di berbagai negara, termasuk di Indonesia mempunyai peranan penting dalam menghadapi propaganda anti-Islam yang digembar-gemborkan media massa Barat. Meski media massa Islam mempunyai fasilitas yang terbatas, mereka sejatinya bisa melakukan koordinasi yang lebih bagus guna mencerminkan wajah Islam yang sebenarnya. 

Melalui koordinasi yang kokoh, ambisi media-media Barat dalam memojokkan Islam akan dapat dibentengi dengan cara yang lebih baik. Lebih dari itu, dengan berkembangnya media massa di era konvergensi media ini, bukan hanya jurnalis Muslim, kalangan Islam berpendidikan tinggi pun dapat mempengaruhi opini dunia dengan menyiarkan nilai-nilai dan ajaran Islam secara terus menerus melalui media massa, termasuk media sosial.

Dimulai dari yang kecil atau sederhana, dimulai saat ini, dan dimulai secara bersama-sama dalam memanfaatkan semua saluran media massa, Insya Allah umat Islam akan sanggup menghadapi "Ghazwul Fikri" (perang pemikiran) dengan Dunia Barat.

Dalam bubungan ini, Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Ma'ruf Amin dalam beberapa kesempatan mengemukakan, gerakan dakwah melalui media massa harus dilakukan secara profesional dengan terus mengedepankan apa yang disebut "Islam Wasathiyah" (Islam moderat).

Islam Wasathiyah adalah keislaman yang mengambil jalan tengah (tawassuth), berkeseimbangan (tawazun), lurus dan tegas (i'tidal), toleransi (tasamuh), egaliter (musawah), mengedepankan musyawarah (syura), berjiwa reformasi (islah), mendahulukan yang prioritas (aulawiyah), dinamis dan inovatif (tathawwur wa ibtikar), dan berkeadaban (tadhabbur).

Dakwah memang harus dilakukan secara profesional sebagaimana ucapan Ali bin Abi Thalib yang menyebutkan bahwa:  "Kebenaran yang tidak dikelola secara profesional akan dihancurkan oleh kebathilan yang dikelola secara profesional."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement