Ahad 11 Oct 2015 18:29 WIB

Ini Alasannya Kenapa Jenazah Koruptor Harus Tetap Dishalatkan

Rep: C16/ Red: Ilham
Asrorun Ni'am
Foto: dok Asrorun Ni'am
Asrorun Ni'am

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Asrorum Ni'am Sholeh menilai wacana bahwa jenazah koruptor tidak perlu dishalati saat meninggal dunia hanya bersifat sebagai sebuah bentuk peringatan.

"Wacana itu bisa dilihat sebagai peringatan agar tidak ada yang berani melakukan tindakan korupsi uang karena merugikan masyarakat secara umum," ujar Asrorum saat dihubungi Republika.co.id, Ahad (11/10).

Asrorum menjelaskan, sepanjang koruptor tersebut masuk ke dalam kategori muslim, maka dia memiliki hak sebagai jenazah untuk dishalatkan. Poin dasarnya menshalatkan, memandikan, dan mengkafani jenazah merupakan bagian dari hak jenazah apabila jenazah tersebut masuk ke dalam kategori orang muslim.

Menurut Asrorum, muslim sendiri terbagi dua, yaitu muslim taat dan muslim durhaka. Namun, ia menambahkan, sepanjang koruptor yang meninggal tersebut masih beridentitas muslim maka kita sebagai umat muslim juga memiliki kewajiban untuk menunaikan hak-hak jenazah itu.

Asrorum menjelaskan, hukum mensholatkan jenazah muslim adalah fardhu kifayah. Jadi tidak ada alasan untuk tidak menunaikan hak jenazah itu. Apalagi, apabila jenazah tersebut sudah memperoleh hukuman sebagai bentuk pertobatannya.

Sebelumnya, pada acara Muktamar ke-47 Muhammadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, Ketua Umum Pengurus Pusat Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengajukan rekomendasi jenazah koruptor tidak perlu dishalatkan kepada muktamirin. Dahnil berpendapat, hal itu merupakan bagian hukuman sosial untuk membuat jera koruptor dan menjauhkan masyarakat dari sifat tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement