Jumat 02 Oct 2015 19:03 WIB

Nusaibah binti Kaab, Perisai Rasulullah (2)

Rep: Hanan Putra/ Red: Agung Sasongko
Nusaibah binti Kaab, si perisai Rasulullah
Foto: 1ms.net
Nusaibah binti Kaab, si perisai Rasulullah

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Hari itu pertempuran berlalu cepat. Pertumpahan darah berlangsung hingga petang. Pagi-pagi seorang utusan pasukan Islam berangkat dari perkemahan mereka menuju ke rumah Nusaibah.

Setibanya di sana, wanita yang tabah itu sedang termangu-mangu menunggu berita. "Ada kabar apakah gerangannya?" serunya gementar ketika sang utusan belum lagi membuka suaranya, "Apakah anakku gugur?" Utusan itu menunduk sedih, "Betul...."

Nusaibah meremang bulu tengkuknya."Hai utusan," ujarnya, "Kausaksikan sendiri aku sudah tidak memiliki apa-apa lagi. Hanya masih tersisa diri yang tua ini. Untuk itu, izinkanlah aku ikut bersamamu ke medan perang."

Sang utusan mengerutkan keningnya. "Tapi, engkau wanita, ya Ibu...."

Nusaibah tersinggung, "Engkau meremehkan aku karena aku wanita? Apakah wanita tidak ingin juga masuk surga melalui jihad?" Nusaibah tidak menunggu jawaban dari utusan tersebut. Ia bergegas menghadap Rasulullah dengan kuda yang ada.

Tiba di sana, Rasulullah mendengarkan semua perkataan Nusaibah. Setelah itu, Rasulullah pun berkata dengan senyum. Beliau SAW meminta Nusaibah bergabung dengan para Muslimah yang merawat pasukan yang terluka. "Pahalanya sama dengan yang bertempur," katanya.

Mendengar penjelasan Nabi demikian, Nusaibah pun segera menenteng obat- obatan dan berangkatlah ke tengah pasukan yang sedang bertempur. Dirawatnya mereka yang luka-luka dengan cermat. Pada suatu saat, ketika ia sedang menunduk memberi minum seorang prajurit muda yang luka-luka, tiba-tiba terpercik darah di rambutnya. Ia memandang kepala seorang tentera Islam tergolek terbabat senjata orang kafi r.

Di sini timbul kemarahan Nusaibah menyaksikan kekejaman ini. Apalagi, ketika dilihatnya Nabi terdesak karena serangan musuh, Nusaibah tidak dapat menahan diri lagi. Ia bangkit dengan gagah berani dan diambilnya pedang perajurit yang tewas itu. Dia menaiki kudanya. Lalu, bagaikan singa betina, ia mengamuk.

Musuh banyak yang terbirit-birit menghindarinya. Puluhan jiwa musuh Allah pun tumbang. Hingga pada suatu waktu seorang musuh mengendap dari belakang dan melukainya. Ia tercatat menderita tak kurang 12 luka demi menjadi perisai Nabi SAW.

Selain Padang Uhud yang menjadi saksi kehebatannya, beberapa jihad, seperti Hudaibiyah, Perang Khaibar, Perang Hunain, dan Perang Yamamah tak pernah absen diikuti Nusaibah. Dalam berbagai pertempuran itu, Nusaibah tak hanya membantu mengurus logistik dan merawat orang-orang yang terluka, tapi juga memanggul senjata menyambut serangan musuh.

Setelah Rasulullah SAW wafat, sebagian kaum Muslimin kembali murtad dan enggan berzakat. Khalifah Abu Bakar Ash-Shiddiq segera membentuk pasukan untuk memerangi mereka. Abu Bakar mengirim surat kepada Musailamah Al- Kadzdzab dan menunjuk Habib, putra Nusaibah, sebagai utusannya.

Namun, Musailamah menyiksa Habib dengan memotong anggota tubuhnya satu per satu sampai syahid. Meninggalnya Habib meninggalkan luka yang dalam di hati Nusaibah. Pada Perang Yamamah, Nusaibah dan putranya, Abdullah, ikut memerangi Musailamah hingga tewas di tangan mereka berdua. Beberapa tahun setelah Perang Yamamah, Nusaibah meninggal dunia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement