REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Gagasan Islam Nusantara yang diusung Nahdlatul Ulama (NU) dinilai perlu dimengerti publik. Menurut Rais Am Pengurus Besar NU KH Ma'ruf Amin, Islam Nusantara tidak berarti menambahkan suatu ajaran lain ke dalam Islam.
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu juga mengakui, sebagian publik masih menilai Islam Nusantara sebagai labelisasi Islam. Menjawabnya, KH Ma'ruf Amin menegaskan, Islam Nusantara bukanlah gagasan me-Nusantara-kan Islam, apalagi membelah agama ini ke dalam blok-blok tertentu.
"Islam Nusantara itu kan Islam yang bukan kotak. Islam yang selama ini memang hidup di Nusantara," kata Kiai Maruf usai acara diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (19/8).
Untuk itu, lanjut dia, NU merasa perlu melakukan sosialisasi Islam Nusantara ke pelbagai elemen masyarakat, baik antarormas maupun organisasi politik. NU ingin menghadirkan Islam Nusantara sebagai model peran umat Islam yang mengutamakan kedamaian dan toleransi. Dua hal itu, menurut KH Ma'ruf Amin, merupakan karakteristik bangsa Indonesia.
"Dia (Islam Nusantara) itu satu model Islam yang hidup, yang berkembang di Indonesia, yang diusung oleh NU. Jadi bukan mengkotak-kotakkan Islam," ucap dia.
Kiai Ma'ruf mengungkapkan, Islam Nusantara meneruskan gagasan Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tentang pribumisasi Islam. Hanya saja, kini istilahnya diganti. "Mungkin karena ada kebutuhan, begitu. Kebutuhan untuk mencari istilah yang lebih komunikatif, lebih menarik," tutur dia.