REPUBLIKA.CO.ID, oleh Komaruddin Hidayat
Sebagai bagian dari rukun Islam yang kelima, pelaksanaan ibadah haji sudah berlangsung empat belas abad yang lalu. Jumlah umat Islam Indonesia yang sudah berhaji pun tak terhitung lagi banyaknya, dimulai sejak jauh sebelum kemerdekaan. Oleh karena itu umat Islam memiliki cerita dan ingatan kolektif bagaimana suka-duka pergi haji yang disampaikan secara turun-temurun.
Hanya saja, untuk anak-anak kota yang sudah terbiasa bepergian ke luar negeri, mungkin mereka tidak melihat langsung bagaimana masyarakat di desa mempersiapkan diri ketika hendak pergi haji. Juga betapa meriahnya ketika acara penyambutan kembali ke kampung halaman.
Bepergian haji dengan naik kapal laut dan pesawat terbang, masing-masing memiliki cerita suka-duka tersendiri. Konon dengan kapal laut itu sedikitnya memakan waktu tiga bulan sehingga menciptakan ikatan persahabatan yang akrab antarsesama rombongan. Terbayang, betapa berat dan bahayanya menyeberangi lautan, sehingga keluarga mesti siap mental ketika melepas rombongan keberangkatan calon haji.
Sekarang dengan pesawat terbang lain lagi ceritanya. Tidak semua orang yang pergi haji adalah orang kaya. Ada yang menabung belasan tahun. Bahkan pergi lintas pulau saja belum pernah. Bayangkan, bagaimana perasaan mereka ketika pergi jauh dengan menaiki pesawat terbang.
Di samping niat ibadah, perasaan rekreasi juga muncul. Pergi jauh naik pesawat, bersama teman-teman lama dan kenalan baru, semuanya sudah ada yang mengurus dan membimbing. Sungguh suatu peristiwa hidup yang sangat mengesankan.