Ahad 26 Jul 2015 07:15 WIB

Studi Kemenag Soal Gerakan Keagamaan di Indonesia

Jamaah Tarekat Syattariyah.
Foto:

D. Kasus Perbedaan Penentuan awal Ramadhan dan salat Idul Fitri dari Tarekat Naqsyabandiyah dan Satariyah

1.    Perbedaan awal Ramadhan, salat Idul Fitri dan Idul Adha di tengah-tengah masyarakat Padang Pariaman dan kota Padang antara satu kelompok dengan kelompok lain selalu terjadi setiap tahun.

2.    Melihat bulan merupakan salah satu metode penentuan awal Ramadhan dan Syawal sesuai dengan ketentuan rukyat hilal yang ada di dalam hukum Fikih Mazdhab Syafi’i. Ketentuan hukum fiqih tentang rukyat hilal di dukung oleh banyak hadist Nabi SAW, akan tetapi dalm perkembangannya, melihat bulan di kalangan ulama Syattariyah menjadi satu tradisi tersendiri, sehingga berbeda dengan rukyat hilal yang dipahami secara umum.

3.    Kelompok ulama Naqsabandi yang mempercepat perhitungannya satu hari, namun tetap menggunakan taqwim sebagai acuan.

Adapun rekomendasi yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah:

1.    Kepada ulama, tuanku, ustaz beserta seluruh warga masyarakat hendaknya memahami perbedaan dalam penentuan bulan qamariyah secara dewasa dan bijak demi untuk menjaga kerukunan hidup beragama ditengah masyarakat Suamtera Barat. Apabila mungkin perlu dilakukan sosialisasi sistem hisab dan rukyah yang dilakukan pemerintah kepada daerah-daerah yang bermasalah.

2.    Hendaknya dapat dilaksanakan musyawarah  antara ulama-ulama Syatari, Naqsabandi dan ulama-ulama lainnya berkaitan dengan penentuan awal bulan.

3.    Hendaknya dilaksanakan lokakarya ulama dan ahli falak yang diadakan di daerah kasus dalam penentuan awal bulan, baik dengan hisab maupun rukyah.

4.    Agar pemerintah setempat tanggap dengan persoalan keagamaan yang muncul, dan melakukan bimbingan dan pembinaan kepada umat.

E. Pelayanan Publik terhadap Umat Hindu di Kota Semarang

1.    Belum dianggap singkrun antara perkawinan yang diatur oleh Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan Peraturan Walikota Semarang Nomor 2A Tahun 2009 Petunjuk Pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2008, dengan adat dan aturan Agama Hindu.

2.    Adanya perbedaan fungsi sahnya perkawinan menurut Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 dan kewenangan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang dengan sahnya perkawinan agama Hindu.

3.    Begitu pula perbedaan fungsi sahnya perceraian antara kewenangan adat (agama Hindu) dengan Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang.

4.    Upacara Widhiwidana harus ada surat dari Pandita, dalam surat dilakukan sumpah oleh kedua mempelai. Bila upacara adat perkawinan yang dilakukan di rumah, sama upacara adatnya yang dilakukan di Pura. 

5.    Pengakuan sahnya anak dan akta kelahiran dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang.

6.    Perbedaan pengaturan kematian hukum adat (agama Hindu) dengan ketentuan peraturan.

7.    Pasangan mempelai atau umat Hindu yang sudah berkeluarga pada umumnya tidak melaporkan untuk pencatatan perkawinan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang.

8.    Mendapatkan surat pengantar kawin dari pihak kelurahan (Pak Lurah) dilakukan setelah Upacara Wantilan Pura.

9.    Kedua mempelai pengantin setelah mendapat upacara pengukuhan perkawinan (Wiwaha Samskara) dari Pembantu Pegawai Pencatat Perkawinan melanjutkan minta dilakukan pencatatan ke Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang, namun problemnya banyak tidak dilakukan hal tersebut.

10.    Biaya pengurusan di Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang dalam prakteknya antara Rp. 170.000,- hingga Rp. 200.000,- bila terlambat satu bulan berikutnya Rp. 300.000,-

11.    Pelayanan yang dianggap belum optimal adalah masih banyaknya umat Hindu belum mendapatkan kutipan pencatatan perkawinan dari pihak Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kota Semarang. Selama ini, pencatatan perkawinan mereka masih memedomani ataupun memegangi kepada surat Wiwaha Samskara (Upacara Pengukuhan Perkawinan) umat Hindu yang dikeluarkan oleh Parisada Hindu Dharma Indonesia.

Adapun rekomendasi yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah:

1.    Hendaknya dapat dilakukan sosialisasi secara intensif perangkat peraturan perundang-undangan kepada umat Hindu dan aparat Pemerintah Daerah (Kementerian Agama dan Kantor catatan Sipil) Kota Semarang

2.    Hendaknya pemerintah daerah, utama Kementerian Agama dan kantor Catatan Sipil memberikankan kemudahan yang sudah pernah diberikan dengan memberikan gratis kepada penduduk yang mengurus surat yang terkait Administrasi Kependudukan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement