Sabtu 25 Jul 2015 09:03 WIB

Mempertegas Posisi Hukum Istri dalam Perkawinan

Talak adalah adalah suatu hal yang halal tapi dibenci Allah.
Foto:

Untuk mengetahui kondisi terkini terkait praktik pembacaan sighat ta’lik talak dan relevansinya bagi kehidupan perkawinan, Puslitbang Kehidupan Keagamaan pada November 2014, telah melakukan kajian terhadap hal tersebut. Kajian dilakukan di 4 Kota/Kab yaitu: a) Kabupaten Bogor (Kecamatan Cibinong), b) Kota Depok (Kecamatan Cimanggis dan Kecamatan Pancoran Mas), c) Kota Tangerang (Kecamatan Larangan), dan d) Kota Bekasi (Kecamatan Bekasi Utara dan Medan Satria). Dari hasil kajian tersebut disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

a.    Ta’lik talak telah dibahas dalam kitab-kitab fiqh yang cukup dikenal oleh masyarakat Muslim Indonesia antara lain kitab I’anatuth Thalibin dan Bidayatul Mujtahid. Dalam pandangan Imam Syafii dan Abu Hanifah, hukum ta’lik talak termasuk dalam lafadz talak berbatas (muqayyad) yaitu antara lain pembatasan dengan kata-kata bersyarat yang bisa digantungkan dengan kehendak seseorang yang mempunyai pilihan, kepada salah satu perbuatan-perbuatan yang akan datang. Hukum pengucapan lafadh talak berbatas (muqayyad) adalah sah dan bisa menyebabkan jatuhnya talak.

b.    Di Indonesia praktik ta’lik talak telah berlangsung lama. Hal ini terbukti bahwa dalam Muktamar NU ke 3 tahun 1928 ta’lik talak telah menjadi salah satu tema pembahasan. Secara yuridis formal lembaga ta’lik talak telah berlaku sejak zaman Belanda, berdasarkan Staatblad 1882 No. 152 sampai setelah merdeka. Sekarang, dengan diberlakukannya KHI melalui Inpres No. 1 Tahun 1991 yang antara lain mengatur tentang ta’lik talak, maka ta’lik talak dapat dikategorikan sebagai hukum tertulis.

c.    Kementerian Agama telah mengeluarkan beberapa peraturan tentang ta’lik talak, dalam Maklumat Departemen Agama Nomor 3 Tahun 1953, Departemen Agama menganjurkan kepada pejabat daerah agar dalam pernikahan itu dibacakan ta’lik talak. Dalam perkembangannya, shighat ta’lik talak beberapa kali mengalami perubahan redaksi. Sighat ta’lik talak dirumuskan sedemikian rupa untuk melindungi istri dari sikap kesewenang-wenangan suami.

d.    Terdapat sebagian kecil masyarakat yang tidak menyetujui shighat ta’lik talak dengan berbagai alasan, seperti a) secara psikologis, pembacaan ta’lik talak dapat mengganggu suasana bahagia pernikahan, b) hukumnya makruh bahkan ada yg menyebut bid’ah sebab tidak ada ketentuan dalam nash, c) sanksi atas pelanggaran perkawinan sudah diatur oleh UU Perkawinan dan KHI sehingga tidak diperlukan lagi sighat ta’lik.

e.    Dalam proses perkawinan pengucapan shighat ta’lik talak telah dipraktikkan masyarakat dengan cara suami membacakannya sesaat setelah akad nikah. Namun ada juga beberapa suami yang hanya menandatanganinya saja.

f.    Klausul dalam sighat ta’lik talak yang ada saat ini dinilai banyak pihak sudah cukup memadai, karena dianggap sudah sesuai dengan hukum Islam dan peraturan perundangan yang ada.  Hal yang dianggap kurang relevan adalah terkait uang iwad sebesar Rp. 10,000,- yang harus dibayar Penggugat (istri). Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat terkait masih perlu atau tidak uang iwad itu diwajibkan  dibayar oleh Penggugat (istri). Dalam kenyataannya saat ini, uang iwad yang sudahterkumpul masih tersimpan di beberapa pengadilan agama karena belum ada ketentuan tentang pengelolaanya.

g.    Dalam kasus cerai gugat, penggugat (istri) mendapatkan manfaat dari adanya sighat ta’lik talak, sebab dapat menjadi dasar bagi pengadilan agama dalam memutuskan perkara. Untuk itu shighat ta’lik talak yang dibaca oleh suami setelah akad nikah masih relevan untuk dipertahankan.

selanjutnya diskusi mengenai sighat ta'lik talak

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement