Ahad 19 Jul 2015 05:55 WIB

Kajian Kemenag Mengenai Eksistensi Agama Baha’i, Sikh dan Tao

Bahai (ilustrasi)
Foto:

Hasil Penelitian

Berdasarkan temuan lapangan, diperoleh beberapa informasi penting, yaitu pertama, tentang agama Baha’i. Keberadaan agama Baha’i di beberapa daerah yang diteliti sudah cukup dikenal oleh masyarakat, walaupun di beberapa daerah lainnya masyarakat belum mengenal keberadaan agama Baha’i. Jumlah  penganutnya di Jawa Tengah (100 orang); di Jawa Barat (61 orang); Palopo (80 orang); Medan (100 orang), dan Jawa Timur (348 orang). Mereka tersebar di 28 provinsi di Indonesia. Dalam masalah pelayanan hak-hak sipil, pada semua lokasi yang dijadikan sasaran penelitian umumnya belum memperoleh pelayanan sepenuhnya walaupun sudah terdapat beberapa perubahan. Hal ini disebabkan oleh masih kuatnya pemahaman aparat pemerintah di daerah dan masyarakat umum tentang   adanya agama resmi atau agama yang diakui oleh Negara.

Relasi sosial dengan masyarakat sekitarnya, umumnya terjalin dengan baik, karena mereka bertingkah laku yang sopan, santun kalau berbicara, dan aktif dalam kegiatan ke RT-an. Selain itu mereka terbuka terhadap umat dan agama lain sesuai prinsip kesatuan agama dan kesatuan manusia dalam ajaran mereka. Mereka aktif ikut dalam pengajian untuk mendoakan tetangga muslim yang meninggal dan sebaliknya, mengundang tetangga muslim untuk tahlilan dalam acara doa kematian keluarga Baha’i. Konflik terjadi tidak di wilayah kampung tempat tinggal mereka, melainkan dipicu oleh organisasi Islam seperti MUI, FUI atau Garda. Para pimpinan organisasi ini mengeluarkan fatwa sesat atas Baha’i dengan mengeluarkan penjelasan yang tidak orisinal berasal dari Baha’i. Akhirnya masyarakat secara luas mengenal Baha’i dari fatwa sesat tersebut.

Kedua, Agama Sikh. Secara sosiologis dan antropologis agama Sikh telah diakui keberadaannya oleh masyarakat, meskipun secara administrasi kependudukan belum diakui sehingga tidak dilayani oleh pemerintah. Untuk bisa bertahan, umat Sikh bergabung dengan PHDI, namun tidak memperoleh apresiasi yang semestinya. Misalnya jika ada bantuan dari pemerintah, umat Sikh tidak pernah menerimanya, hanya PHDI-lah yang tahu kemana disalurkannya dana bantuan pemerintah tersebut.

Pemeluk agama Sikh sampai saat ini belum memperoleh pelayanan dalam hal hak-hak sipil. Pemeluk agama Sikh masih sebagai subaltern, yaitu ada tetapi tidak dianggap ada sehingga tidak dilayani. Agama Sikh disetarakan dengan aliran kepercayaan, sehingga digabungkan dengan PHDI sebagai payungnya. Meskipun demikian dalam acara-acara keagamaan yang dilakukan oleh pemerintah, mereka diperlakukan sebagai Hindu Sikh. Relasi sosial pengikut agama Sikh dengan masyarakat di sekitarnya umumnya sangat baik. Tidak ada konflik atas keberadaannya, bahkan mereka ikut dalam kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh masyarakat sekitar.

Ketiga, Agama Tao. Eksistensi agama Tao semakin baik karena mendapat kelonggaran-kelonggaran dari pemerintah, terutama dalam menjalankan ritual peribadatan. Keberadaan mereka didukung oleh organisasi PUTI dan MTI, yang keduanya telah memperoleh pengakuan dari pemerintah.

Pelayanan hak-hak sipil mereka tidak menjadi permasalahan, karena mereka dapat menerima posisi sebagai bagian dari Tri Dharma, yang merupakan salah satu aliran dalam agama Buddha. Sehingga pelayanan hak-hak sipil mereka menurut agama Buddha. Meskipun demikian mereka berharap agar nantinya dalam masalah hak-hak sipil dilayani sebagai agama Tao. Pemeluk agama Tao bisa memilah antara aspek legal keagamaan yang terkait dengan pengakuan konstitusional Negara, dengan substansi agama yang tetap bisa dilakukan, tanpa pengakuan Negara.

selanjutnya, apa yang perlu dilakukan negara

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement