REPUBLIKA.CO.ID, MAGELANG -- Khatib shalat Idul Fitri 1436 Hijriah di Masjid Agung Kauman Kota Magelang, Jawa Tengah, mengajak umat Islam memahami tradisi "nasi kupat" yang diwariskan para leluhur penyebar Islam di Nusantara dalam merayakan Lebaran.
"Allah mengampuni dosa umat-Nya melalui perayaan Idul Fitri, antarasesama manusia harus saling memaafkan. Perintah Allah ini dijadikan sesepuh kita, nenek moyang, pejuang Muslim, leluhur di Jawa, khususnya Jawa Tengah dan Jawa Timur, dengan memberi nasihat secara simbolis menjadi 'nasi kupat' yang harus kita kaji," kata khatib shalat Idul Fitri di Masjid Agung Kauman Kota Magelang Muchsin di Magelang, Jumat (17/7).
Ia mengatakan hal itu dalam khotbah shalat Idul Fitri di tempat itu yang diikuti ribuan umat Islam, khususnya di Kota Magelang, secara tertib, lancar, dan takzim, dalam suasana daerah setempat meliputi tiga kecamatan dan 17 kelurahan yang cerah. Shalat Idul Fitri di tempat itu dipimpin imam K.H. Nawaro yang juga sesepuh di Masjid Agung Kauman Kota Magelang.
Ia menjelaskan tentang asal usul kata "kupat" (ketupat, red.) sebagai singkatan dari "ngaku lepat" dalam bahasa Jawa, yang artinya mengakui kesalahan. Menu nasi ketupat hingga saat ini menjadi tradisi budaya masyarakat Indonesia dalam merayakan Lebaran.
Pada kesempatan itu, ia mengharapkan adanya penelitian yang lebih mendalam tentang makna simbolis atas tradisi "nasi kupat" yang diwariskan leluhur bangsa itu. Tradisi saling memaafkan dalam perayaan Lebaran sebagai wujud pengakuan atas kesalahan satu sama lain, katanya, terkait juga dengan pemaknaan atas kata "lebur", "lebar", "luber", da "labur".
Ia menjelaskan tentang empat pemaknaan atas kata itu, yang antara lain menyangkut penghapusan atas segala kesalahan dan dosa manusia, setelah bertekun dalam ibadah puasa selama Ramadhan. Selain itu, katanya, tentang semangat berbagi kepada sesama, terutama mereka yang dalam penderitaan dan hidup miskin, serta tentang suasana batin yang suci atau putih setelah berpuasa selama Ramadhan.
"Supaya memantapkan jalan kehidupan yang akan datang, selalu dalam jalan yang bersih dan kebaikan," katanya.
Pada kesempatan itu, Muchsin juga menjelaskan tentang pentingnya umat Islam membangun kebersamaan hidup sehari-hari sebagai sesama umat Islam, sebagai sesama warga bangsa Indonesia, dan kebersamaan sebagai sesama umat manusia di dunia.