Kamis 02 Jul 2015 10:16 WIB

Masjid untuk Pemberdayaan Umat

 Warga melintas di depan Masjid Cheng Ho di Surabaya, Jawa Timur, Senin (29/6).  (Antara/Zabur Karuru)

Keberadaan masjid di Indonesia memiliki peran yang signifikan dan strategis, antara lain sebagai pusat penyebaran dakwah dan pendidikan Islam sejak zaman walisango hingga saat ini, pusat pemersatu umat dan bangsa, tempat penyelesaian perdata dan pidana zaman Kerajaan Islam, pusat sosialisasi dan institusional hukum Islam sehingga menjadi hokumyang hidup, pusat informasi sejarah pertumbuhan dan perkembangan kebudayaan dan peradaban Islam, pusat pemberdayaan masyarakat dalam bidang ekonomi, sosial dan politik, serta juga sebagai salah satu tujuan wisata budaya dan religius.

Di samping itu juga, masjid di Indonesia sejak awal sejarah Islam di tanah air telah menjadi pusat dakwah dan sarana penyebaran informasi yang vital. Belakangan, masjid tidak hanya berkutat pada wacana politik atau keagamaan, tetapi juga memproduksi wacana politik dan konflik, keamanan. Alhasil, masjid mengalami polarisasi peran yaitu menyebarkan ketegangan dan sekaligus juga kegelisahan umat Islam.

Seluruh  masjid di Indonesia dikategorikan menjadi 8, yakni; Masjid Negara, Masjid Raya, Masjid Agung, Masjid Besar, Masjid Jami’, Masjid Sektoral, Masjid Bersejarah, dan Masjid Pemukiman .Seluruh masjid yang masuk dalam tipologi tersebut, sangat mungkin sudah dilakukan sebuah pemberdayaan terhadap umat di sekitar dan memiliki keunikan tersendiri. Namun bisa saja, model pemberdayaan yang diterapkan pada masjid yang termasuk dalam tipologi tersebut tidak relevan dengan kondisi masyarakat sekitar atau bahkan tidak memiliki suatu model pemberdayaan.Dan bisa saja lebih dari itu, masjid hanya sebatas simbol keagamaan umat Islam yang tak difungsikan sebagai tempat apapun dan selalu sepi dari kunjungan umat sekitar.

Paradigma yang dipahami oleh sebagian besar umat Islam bahwa Masjid hanyalah tempat sujud (ibadah)dibenarkan oleh Dr. KH. Miftah Farid (Ketua MUI Jawa Barat), bahwa pemahaman Masjid hanya dijadikan sebagai tempat sujud merupakan pemahaman yang sempit. Padahal masjid itu sangat strategis dalam pengembangan umat Islam, karena selain dapat dipergunakan untuk ibadah, juga dapat difungsikan untuk kegiatan-kegiatan yang bernuansa sosial, politik, ekonomi ataupun kegiatan-kegiatan sosial budaya lainnya.

Pandangan Miftah Farid ini sejalan dengan survey Litbang Republika tahun 2009 terkait dengan fungsi masjid. Survey tersebut menunjukkan bahwa 83,5 persen dari 1.307 responden menyatakan bahwa masjid bukan hanya tempat ibadah. Bahkan, sebanyak 84,2 persen responden memandang sangat perlu masjid digunakan sebagai tempat kegiatan non-keagamaan, seperti pusat kebudayaan, ekonomi, sosial dan pendidikan. Data ini menunjukan bahwa, sebagian masyarakat sudah menyadari akan perlunya kegiatan non keagamaan dilaksanakan pada atau melalui masjid.

Namun data tersebut tidak equal pada sebagian masjid yang hanya masih digunakan sebagai pusat ibadah saja. Sehingga, nampaknya tak hanya cukup dengan kesadaran saja, melainkan harus diwujudkan dalam bentuk kegiatan non keagamaan yang kongkrit pada masjid. Atau, mungkin saja sebagian masjid sudah melaksanakan beberapa kegiatan pemberdayaan, namun tidak mampu bertahan lama. Hal ini bisa saja terjadi karena tidak adanya penelaahan yang baik akan relevansi kegiatan yang dilakukan.

Sesungguhnya sebagian besar masjid sudah memiliki sarana dan prasarana yang menjadi salah satu sumber daya dalam menciptakan atau mengembangkan kegiatan non keagamaan. Selain itu, sebagian besar masjid (utamanya di pusat perkotaan) sudah memiliki sejumlah pengurus (takmir) dan ini juga menjadi sumber daya yang mendukung terlaksananya pemberdayaan. Jika ketiga sumber daya ini (properti masjid, pengurus, dan kesadaran umat untuk memberdayakan masjid) tersinergikan dengan baik dan dengan memperhitungkan kondisi lingkungan di sekitar masjid (mengingat, kondisi demografi pada setiap wilayah di Indonesia berbeda), maka kemungkinan besar kegiatan non keagamaan yang dilakukan akan relevan dan akan bertahan lama.

Arah Rencana Strategi (RENSTRA) Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tahun 2009-2014 diantaranya menggarisbawahi Kebijakan Kementerian Agama pada peningkatan kualitas kehidupan beragama, dengan sasaran terwujudnya suatu kondisi keberagamaan masyarakat yang dinamis dan mampu mendukung percepatan pembangunan nasional. Hal tersebut mengindikasikan bahwa masjid dapat menjadi basis perubahan sosial, menuju kesalehan individu dan kesalehan sosial. Tidak hanya itu, masjid dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan umat, informasi umat, kebudayaan, bahkan dapat pula menjadi pusat pengembangan ekonomi Islam, sehingga konsep pemberdayaan ekonomi  pun bisa dilahirkan dari aktifitas umat di masjid.

Masjid sebagai tempat beribadah umat Islam mempunyai posisi yang strategis dalam perjalanan sejarah umat. Zaman Rasulullah SAW masjid menjadi basis pendidikan, kegiatan sosial, kemiliteran dan lainnya.Keberadaan masjid saat ini yang lebih mengejala adalah hanya digunakan sebagai tempat pelaksanaan ritual keagamaan.Terutama dalam bentuk ibadah mahdhah; seperti shalat rawatib.Sementara masjid belum banyak dikembangkan fungsinya sebagai basis pemberdayaan umat.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement