Rabu 17 Jun 2015 00:41 WIB

Waketum PBNU: Radikalisme Lebih Berbahaya dari Terorisme

Mencegah Paham Radikal.  (ilustrasi)
Foto: Republika/ Tahta Aidilla
Mencegah Paham Radikal. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wakil Ketua Umum PBNU KH. As'ad Said Ali menegaskan bahwa Islam Indonesia adalah agama yang ramah dan rahmatan fil alamin, yang berarti tidak mengenal adanya radikalisme dan terorisme.

Segala tindakan atau gerakan radikalisme dan terorisme yang mengatasnamakan Islam, menurut As'ad, adalah bohong dan harus enyah dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

"Kita harus terus fokus menguatkan Islam Indonesia sebagai agama Islam yang ramah atau dikenal dengan istilah Islam Nusantara. Untuk itu saya berharap, para generasi muda agar benar-benar concern dengan masalah

ini, agar radikalisme dan terorisme tidak memiliki ruang berkembang di Indonesia," katanya dalam Workshop Penguatan Jaringan Anti-Radikalisme di Dunia Maya untuk Ulama Muda yang digelar Nahdatul Ulama (NU) Online bersama  Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) di Jakarta, Selasa (16/6/2015).

KH As’ad menilai, radikalisme itu justru lebih berbahaya dibandingkan dengan terorisme. Menurutnya, kalau radikalisme itu berkurang, maka terorisme pun otomatis juga akan berkurang.  Selama ini, NU adalah

organisasi Islam terbesar di Indonesia yang menjadi perekat antara Islam dengan negara (Indonesia).

"Saya rasa apa yang dilakukan BNPT untuk merangkul para ulama muda ini sudah tepat dan perlu dikembangkan. Apalagi, paham radikalisme dan terorisme telah menjadikan generasi muda sebagai target penyebaran paham mereka, baik itu melalui secara langsung maupun dengan memanfaatkan kecanggihan di dunia maya," papar KH As’ad.

Hal yang sama juga diutarakan oleh Imam Besar Masjid Istiqlal Prof Dr. Ali Musthafa Ya’qub, MA. Menurutnya, dalam Islam itu tidak ada namanya kekerasan, apalagi radikalisme dan terorisme.

“Anggapan itu sama sekali tidak benar. Dalam Islam itu ada namanya amar ma’ruf nahi mungkar. Tapi orang sering salah menafsirkan maknanya karena ketidaktahuannya. Dan ketidaktahuan itu mungkin yang membuat

dia merasa pandai. Begitu membaca satu hadist langsung dipahami dengan makna yang berbeda dari yang sebenarnya. Padahal  ajaran islam tidak seperti itu,” kata Prof Dr. Ali Musthafa Ya’qub.

Ali Musthofa sendiri menyambut baik digelarnya acara dialog terkait pencegahan paham radikalisme dan ISIS yang bertujuan memberikan pemahaman yang benar tentang ajaran Islam kepada generasi muda dan pelajar.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement