REPUBLIKA.CO.ID, TEGAL -- Ijtima' Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia tingkat nasional V di Tegal membahas tiga bagian besar fatwa yaitu soal kebangsaan, fikih kontemporer dan perundang-undangan.
"Pembahasan fatwa kadang bisa disepakati, terkadang juga tidak, seperti masalah rokok yang dibahas pada ijtima' sebelumnya," kata Wakil Ketua Umum MUI Ma'ruf Amin di Tegal, Senin (8/6).
Kiai Ma'ruf mengatakan, forum ulama se-Indonesia ini diharapkan akan menelorkan sejumlah fatwa yang nantinya dapat menjadi panduan umat Islam dan bangsa dalam menjalankan aktivitasnya sehari-hari, sehingga tidak ada keraguan dalam beragama.
Ijtima' ini dilangsungkan di Pondok Pesantren Attauhidiyah, Cikura, Tegal pada 7-10 Juni 2015. Salah satu unsur pembahasan dari tiga tema besar tentang kebangsaan adalah hukum bagi pemimpin terpilih yang tidak menunaikan janjinya ketika kampanye. Pembahasan itu tidak jauh dari tema ijtima' ulama se-Indonesia, yaitu "Ulama Menjawab Problematika Umat dan Kebangsaan".
Terkait isu kebangsaan, terdapat juga pembahasan hukum bagi orang yang mudah mengkafirkan Muslim lainnya. Selain itu, akan dibahas juga tentang hukum penguasaan tanah secara berlebihan oleh pihak tertentu. Untuk masalah fikih kontemporer, dibahas mengenai haji berulang, penggusuran masjid, hukuman mati, status dana pensiun, imunisasi dan hak pengasuhan anak bagi pasangan bercerai karena beda agama.
Soal tema perundang-undangan, membahas masalah ekonomi syariah, pengelolaan BPJS sesuai dengan ketentuan syariah, hukum terapan peradilan agama, revisi KUHP dan KUHAP, perda tentang rumah potong hewan halal, RUU minuman beralkohol, juga pembangunan kebijakan wisata syariah.
Pimpinan Pondok Pesantren Attauhidiyah Ahmad Saidi menyambut baik ijtima' ulama yang dilangsungkan di ponpes yang dipimpinnya. "Dengan adanya pertemuan ulama semacam ini, maka ulama dapat terus menjalin keutuhan umat agar tidak tercerai berai," katanya.