REPUBLIKA.CO.ID, Antusiasme masyarakat Indonesia untuk menunaikan ibadah haji sangat tinggi, sementara kuota haji Indonesia sangat terbatas, hanya 168.800 per tahun karena ada pemotongan 20% dari kuota normal. Akibatnya, daftar antrian (waiting list) jamaah haji Indonesia terus memanjang.
Data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (SISKOHAT) Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah menunjukan bahwa antrian jamaah haji terlama mencapai 28 tahun (2043), yaitu di Kabupaten Wajo. Sedangkan antrian terpendek sampai 5 tahun (2020), yaitu di Kabupaten Seluma dan Kaur. (selengkapnya, lihat: Daftar Tunggu Calon Jamaah Haji Indonesia)
Agar antrian jamaah tidak semakin memanjang, Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan bahwa pengisian kuota haji benar-benar diprioritaskan untuk jamaah yang belum pernah berhaji. Lantas bagaimana dengan jamaah yang sudah pernah berhaji?
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Jumat, menjelaskan bahwa Kementerian Agama telah menerbitkan Peraturan Menteri Agama (PMA) No 29 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Reguler yang mengatur bahwa orang yang sudah berhaji dan ingin mendaftar lagi, baru diberi kesempatan paling cepat sepuluh tahun kemudian.
“Mulai sekarang akan diberlakukan bagi setiap calon jamaah yang mendaftar tahun ini dan sudah berhaji, maka paling cepat bisa berhaji (lagi) sepuluh tahun kemudian,” kata Menag.
“Kebijakan ini dalam rangka untuk mempriotitaskan bagi yang belum berhaji. Tapi tidak menutup pintu sama sekali bagi yang sudah. Karena diberi peluang setelah sepuluh tahun,” tambahnya.
Namun demikian, pembatasan mendaftar setelah sepuluh tahun itu, tidak berlaku bagi pembimbing ibadah. Ketentuan tentang hal ini, lanjut Menag, akan diatur lebih lanjut oleh Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Pasal 3 ayat (4) PMA ini mengatur bahwa Jamaah haji yang pernah menunaikan ibadah haji dapat melakukan pendaftaran haji setelah 10 (sepuluh) tahun sejak menunaikan ibadah haji yang terakhir. Sementara Ayat (5)-nya berbunyi Ketentuan pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak berlaku bagi pembimbing. Sedang pada ayat (6) ditegaskan bahwa Ketentuan lebih lanjut pendaftaran bagi pembimbing sebagaimana dimaksud pada ayat (5) ditetapkan oleh Direktur Jenderal.